Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keindahan Makna Sayyidul Istighfar (Bagian 1)

17 September 2021   20:22 Diperbarui: 17 September 2021   20:26 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalimat selanjutnya adalah 'khalaqtanii' yang artinya engkau telah ciptakan aku. Yakni, si hamba mengakui Allah yang telah menciptakannya, mengadakannya, dari tiada menjadi ada.

Dan ketika 'ada' itu si hamba mencecap berbagai kenikmatan: melihat, mendengar, meraba, merasa, dan mengalami aneka pengalaman hidup dalam daur hidupnya yang kelak berujung di akhirat. Sebab bagi pengalaman hidup itu, baik yang nikmat maupun yang lahirnya tidak nikmat, adalah Allah Rabb dan Ilah yang hak, yang telah menciptakannya.

Wa ana abduka. Dan aku adalah hamba-Mu.

Si hamba menegaskan status kehambaannya. Sebagai budak, sahaya yang siap diperintah dan dilarang oleh Pemiliknya. Ini adalah pengakuan berikutnya setelah pengakuan Allah sebagai Rabb, Ilah yang telah menciptakan dirinya. Sekarang ditambah lagi dengan pengakuannya selaku hamba, selaku budak. Status mana lagi yang lebih rendah daripada budak?

Sepandai apapun, sebesar apapun kekuasaannya, setinggi apapun jabatannya, tetaplah dia seorang budak, yang hina dan rendah di hadapan Rabb semesta alam.

Wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatha'tu.

Dan aku berada dalam ikatan dan janji-Mu sekemampuanku.

Dalam potongan kalimat ini terdapat dua kata yang nyaris semakna. Yakni 'ahd dan wa'd. Keduanya jika diterjemahkan secara bebas bermakna: 'perjanjian'. Kata 'ahd lebih berimplikasi pada adanya pembebanan kewajiban atau ikatan perintah kepada si hamba. Sedangkan wa'd mengimplikasikan adanya janji Allah untuk memenuhi hak si hamba jika saja si hamba itu taat kepada-Nya. Janji itu ialah surga.

Syaikh Majdi bin Abdul Wahhab Ahmad pensyarah Hishnul Muslim menafsirkan bahwa ikatan perintah dan janji itu berkaitan dengan tauhid. Artinya: si hamba terikat pada tauhid dan realisasi tauhid. Jika ia melaksanakan tauhid secara konsekuen maka ia berhak atas janji Allah berupa surga. Demikian kira-kira tafsiran beliau secara makna.

Mastatha'tu.

Sekemampuanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun