Mohon tunggu...
Deny Giovanno Hasdanil
Deny Giovanno Hasdanil Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Makara Merah 2010 | Kader Himpunan Mahasiswa Islam | Sosial Demokrasi | Si Vis Pacem Para Bellum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tanah untuk Rakyat (Yang Mana?)

10 Mei 2014   06:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah! Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gemuk gendut karena menghisap keringatnya orang-orang diserahi menggarap tanah itu”.

(Soekarno, Panglima Tertinggi Revolusi Indonesia, 1960)


Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun kekayaan sumber daya alam yang menjadi kebanggaan bangsa ini kemudian nampak tidak berarti jika melihat realita yang tampak jelas terjadi di depan mata. Mayoritas masyarakat kita yang belum bisa menikmati kesejahteraan. Grafik pertumbuhan ekonomi yang katanya setiap tahunnya meningkat dan selalu dibangga-banggakan pemerintah nyatanya tak bisa menyentuh kepentingan banyak orang.

Berbagai kebijakan yang coba diterapkan oleh pemerintah Indonesia di bidang pangan sejauh ini jika diperhatikan belum berorientasi pada kedaulatan pangan. Padahal faktor utama yang mampu memacu pemerataan kesejahteraan adalah dengan kedaulatan pangan. Jika, Indonesia berdaulat atas pangannya sendiri, dimana masyarakatnya menanam dan memakan hasil dari kerja kerasnya sendiri, mampu untuk berdikari atas kebutuhan pangannya sehari-hari, maka niscaya kemajuan Indonesia di sektor-sektor lainnya pun akan mengikuti.

Untuk mencapai cita-cita kedaulatan pangan tersebut tentunya para petani yang hidup di atas tanah air yang membentang dari Sabang hingga Merauke ini harus mempunyai tanah. Reforma Agraria, merupakan satu-satunya jalan untuk mewujudkan pemerataan kepemilikan tanah atau keadilan akses terhadap faktor produksi.

Namun, pelaksanaan Reforma Agraria ini semenjak dicanangkan melalui Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 masih mengalami kendala dimana-mana. Konflik seputar pertanahan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan dampak yang tidak bisa disebut biasa. Namun akses terhadap faktor produksi di negeri ini pada kenyataannya masih menjadi monopoli bagi para pemegang modal besar sehingga cita-cita mulia Land Reform masih belum bisa terwujud hingga hari ini.

Pelaksanaan Land Reform ini pada dasarnya merupakan domain pemerintah dan mutlak perlu untuk dilakukan terutama dalam penegakkannya di lapangan. Namun, pemerintah hari ini seakan berpangku tangan dan tidak mengindahkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tertanam di dalam program Land Reform. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, kadang terdapat oknum-oknum pemerintahan yang menjadi pelindung bagi kepentingan para pemodal besar dalam sejumlah kasus konflik tanah. Hal ini sungguh ironis mengingat bahwa seharusnya pemerintah menjadi garda terdepan dalam melindungi kepentingan rakyat kecil, rakyat yang tidak punya akses terhadap faktor produksi.

Era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sudah hampir selesai dan dalam waktu beberapa bulan ke depan akan digantikan oleh pemenang pemilihan presiden tahun 2014 ini. Kedepan masyarakat harus cerdik memilih kepemimpinan yang mempunyai keberpihakan terhadap rakyat kecil dan keseriusan dalam mewujudkan agenda Land Reform sehingga kesejahteraan rakyat Indonesia secara holistik dapat terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun