Mohon tunggu...
Deny Giovanno Hasdanil
Deny Giovanno Hasdanil Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Makara Merah 2010 | Kader Himpunan Mahasiswa Islam | Sosial Demokrasi | Si Vis Pacem Para Bellum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buruh dan Janji Manis Kesejahteraan

2 Mei 2014   22:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini, tanggal 1 Mei 2014, merupakan peringatan hari bersejarah bagi kaum buruh di seluruh dunia. Pada tanggal tersebut tepatnya 128 tahun yang lalu di Amerika Serikat, lebih dari 300.000 buruh melakukan aksi massa besar-besaran selama kurang lebih 4 hari untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam. Peristiwa tersebut dinamakan sebagai The Haymarket Affair, dalam peristiwa itu ratusan buruh ditembaki hingga mati dan juga ditangkap, tidak terkecuali para pemimpin gerakan buruh tersebut

Tiga tahun berselang pasca The Haymarket Affair tersebut, tepatnya pada tahun 1889 ditetapkanlah tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional dalam Kongres Sosialis Sedunia di Paris, Prancis. Di Indonesia, kaum buruh mulai memperingati Hari Buruh Internasional ini sejak tahun 1920 hingga hari ini tradisi tersebut terus dilaksanakan dan bahkan mulai tahun ini May Day dijadikan salah satu hari libur nasional oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sudah hampir seratus tahun peringatan Hari Buruh Internasional ini dilaksanakan di Indonesia, namun kemudian yang menjadi pertanyaan adalah: “Sudahkah buruh hidup sejahtera?”. Setiap tahun, dalam aksi massa yang dimobilisir oleh organisasi-organisasi buruh, akan selalu ada tuntutan-tuntutan baru yang mereka ajukan. Pada tahun 2014 ini, paling tidak ada 10 poin yang menjadi tuntutan dari para kaum buruh, yaitu:


  1. Naikkan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dan revisi KHL menjadi 84 item;
  2. Tolak penangguhan upah minimum;
  3. Jalankan Jaminan Pensiun Wajib bagi buruh pada Juli 2015;
  4. Jalankan Jaminan Kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, serta ganti INA CBG’s dengan Fee For Service, audit BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
  5. Hapus outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja outsourcing;
  6. Sahkan RUU PRT dan Revisi UU Perlindungan TKI No 39/2004;
  7. Cabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan;
  8. Angkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp 1 Juta per orang/per bulan dari APBN untuk guru honorer;
  9. Sediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh;
  10. Jalankan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.


Dari sekian banyak poin tuntutan tersebut, ada beberapa poin yang menurut analisis saya selalu menjadi tuntutan utama dari golongan buruh, yaitu kenaikkan upah minimum dan penghapusan system outsourcing. Dua tuntutan inilah yang setiap tahunnya menjadi momok di kalangan tripartite yaitu Pemerintah, Pengusaha, dan Buruh.

Kenaikkan upah minimum sudah barang tentu akan membuat Pemerintah kebingungan karena akan banyak Pengusaha yang melakukan protes terhadap Pemerintah apabila hal tersebut dilakukan. Apabila kita melihat dari perspektif Pengusaha skala nasional atau bahkan multi nasional, kenaikkan upah minimum ini tentunya hanya akan berdampak pada penurunan keuntungan yang diterima oleh perusahaan tersebut. Namun, jika kita melihat dari perspektif pengusaha kecil, kenaikkan upah minimum ini dapat mengakibatkan dampak yang cukup parah bahkan bisa menyebabkan unit kegiatan usaha mereka gulung tikar. Dampak berikutnya buruh akan kehilangan pekerjaan.

Demikian halnya dengan penghapusan outsourcing, hal ini sangat dilematis, tingginya angka pengangguran dan kondisi persaingan yang sangat ketat pada akhirnya mengharuskan adanya diversifikasi lapangan pekerjaan. Maka, lahirlah outsourcing sebagai salah satu alternatif usaha dan kesempatan kerja. Keberadaan perusahaan outsourcing ini suka atau tidak suka telah menjadi salah satu pemberi lapangan kerja yang mampu menolong penghidupan masyarakat Indonesia paling tidak untuk kurun waktu tertentu.

Seorang pakar outsourcing yang bernama Iftida Yasar pernah mengatakan bahwa outsourcing tidak akan pernah bisa dihapus dan yang harus dilakukan hari ini adalah langkah-langkah untuk menghapus praktek outsourcing yang tidak sehat serta melanggar hukum, bukan menggemborkan ilusi tentang penghapusan outsourcing kepada kaum buruh.

Berbagai tuntutan ini kemudian juga didengar oleh elit-elit politik untuk kemudian dijadikan komoditi politik agar mendapatkan dukungan dari kaum buruh. Sikap skeptis saya tidak sanggup terbendung lagi setelah melihat salah satu calon presiden memberikan janji kepada kaum buruh bahwa apabila ia terpilih ia akan menaikkan upah minimum dan menghapus system outsourcing. Terlebih lagi, janji ini tidak dulu dilandasi oleh riset dan pengetahuan yang mendalam serta pertimbangan dari golongan pengusaha.

Sebagai masyarakat, kita harus jeli dalam menganalisis janji-janji politik yang diberikan oleh para kandidat capres dan cawapres tersebut. Mereka harus mampu memberikan penjelasan yang rasional dan terstruktur terkait dengan janji politik mereka karena apabila tidak, bersiaplah untuk penderitaan lima tahun berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun