Mohon tunggu...
Laurensius Mahardika
Laurensius Mahardika Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Psychology

Penulis karbitan yang menyukai teknologi, musik dan sepakbola. Email: dennysantos038@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama FEATURED

Sepak Bola yang Masih Menjadi Acuan Prestasi Olahraga Indonesia

21 September 2019   16:15 Diperbarui: 9 September 2021   07:04 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia saat menjuarai Piala AFF U-22 2019 | Sumber: bola.kompas.com

Berdasarkan hasil survei dari lembaga pemikiran saya sendiri, 2 dari 3 orang Indonesia menyukai dan memiliki pengetahuan untuk membahas sepak bola. 

Hal itu bahkan dikonfirmasi oleh bule dari Jerman bernama Martin yang saya dan teman saya temui di pinggiran jalan Prawirotaman, Yogyakarta. "Many Indonesian people like football so much", kurang lebih begitulah penuturan bule yang juga fans Borussia Dortmund tersebut.

Di Indonesia sendiri sepak bola bukan sekadar olahraga populer, tetapi juga menjadi asupan makanan pokok selain nasi putih dan politik. Apalagi jika dibandingkan dengan badminton yang notabene (jaub) lebih berprestasi dari sepak bola Indonesia, obrolan sepak bola tetaplah menjadi "gorengan hangat" yang nikmat untuk menemani kopi bagi seluruh masyarakat.

Perlu diingat, kita ini negara dengan kolektivitas tinggi. Menjunjung tinggi semangat persatuan dan gotong-royong. Dua lawan dua belum cukup seru untuk negara kita. Sebelas lawan sebelas baru lebih seru. Kalau masih kurang seru juga, bisa dijadikan seribu lawan seribu (ditambah fans-nya).

"Ah masa? buktinya gua lebih seneng catur daripada bola!". Iya mas iya, tapi itu kan ente doang. Data yang dihimpun oleh Nielsen Sport dari CNN Indonesia pada tahun 2017 membuktikan kok kalau sepak bola memanglah populer di Indonesia.

Hasil survei tersebut melaporkan bahwa 77% masyarakat negara berkembang ini memiliki ketertarikan akan sepak bola, terutama jika melihat timnas-nya bertanding. Iya lah, nonton timnas. 

Ente kira ada yang mau nonton Zimbabwe vs Somalia selasa (9/5) minggu lalu? Dan jika Anda memang tidak menyukai sepak bola, berarti Anda termasuk 23% manusia yang lebih tertarik pada cabang olahraga catur, renang, Dota 2, ataupun olahraga di kamar kos-an sebelah.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua dengan penggila sepak bola terbanyak setelah negaranya Michael Essien, Nigeria dengan 83% penggila sepak bola. Di Asia Tenggara, Indonesia tidak sendiri. 

Dia ditemani negara Thailand serta negara kebencian kita semua (kecuali saya), Malaysia. Thailand ada di urutan ketiga dengan 75%, sedangkan Malaysia berada di peringkat keenam dengan persentase 70% penggila sepak bola.

Jadi, tidak perlu heran masyarakat Indonesia menaruh harapan yang besar dari sepak bola untuk prestasi olahraga. Kenapa? 

Ya karena 77% orang indonesia dan termasuk saya ini ketertarikan akan sepak bolanya sangat tinggi, sehingga akan bangga jika sepak bola kita berprestasi. Ingat: ketertarikan akan sepak bola, bukan bermain sepak bolanya!

Dari survei yang sama mencatat bahwa hanya 17% orang Indonesia yang aktif bermain sepak bola minimal satu minggu sekali. Persentase tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 22 dari 34 negara yang masuk survei. Hal ini berbanding terbalik dengan negara yang baru saja mengalahkan kita, Thailand. 

Negara Gajah ini berada di urutan paling atas se-Asia dengan 41% masyarakatnya yang aktif bermain bola. Jadi sudah tahu kan kenapa kita kalah lawan Thailand kemarin? Ya karena kita mainnya jelek!

Baca: Indonesia Negara Penggila Sepak Bola Nomor Dua di Dunia

Maka dari itu, sangat susah mencari hanya 11 orang diantara 250 juta orang cuma buat main bola. Ya karena 60% sisanya ini cuma bisa omdo, nonton, ngopi, sama nulis artikel ini. 

Dan yang dikatakan babe-nya si Doel itu juga sebenarnya kurang tepat: "Latihan mulu, kapan menangnya?". Lah gimana mau menang, main bola aja jarang apalagi latihan!

Namun, mau se-aktif apapun bermain bola juga sama saja jika tidak ada pembinaan. Coach Justin sendiri sudah menyinggung berkali-kali di Youtube-nya tentang pentingnya pembinaan sepak bola sejak dini pada anak-anak, dan saya sangat setuju dengan pendapatnya. 

Tanpa adanya wadah pembinaan sepak bola, anak-anak tidak bisa diarahkan dan dilatih untuk benar-benar menjadi atlet profesional sepak bola. 

Ujung-ujungnya ya mereka mainnya di sawah atau di kolong jembatan dengan bola plastik, dan berakhir menjadi altet profesional sepak bola... antar kampung.

Sayang, bubur sudah tidak bisa kembali jadi nasi. Ekspektasi terlanjur tinggi, namun tidak sesuai dengan apa yang sudah lama dinanti. Pengembangan tak jua ada, hanya menambah sakit hati. 

Di bulan jatuhnya Hari Olahraga Nasional ini, masih ada saja orang yang hanya terfokus pada satu ironi. Padahal, cabang olahraga lain juga turut berjuang sampai mati hingga meraih segudang prestasi.

Apa saja? Yang pertama adalah badminton. Oh maaf, yang ini di-skip saja karena sudah banyak yang tahu.

Yang kedua adalah angkat besi. Walaupun lebih mengandalkan otot, cabang olahraga ini membutuhkan konsistensi yang tinggi dalam berlatih. 

Nama-nama seperti Winarni (medali emas Kejuaraan Dunia di Thailand 1997), Eko Yuli (medali perak Olimpiade Rio 2016, medali emas Asian Games 2018), dan Sahara Dumaini (medali emas Kejuaraan Dunia di Kanada 2019) menjadi segelintir lifter yang berprestasi di kancah dunia. Ingat, dunia. bukan hanya se-Asia Tenggara.

Yang ketiga adalah panjat tebing. Sudah sewajarnya Indonesia sebagai negara ke-3 dengan gunung berapi terbanyak memiliki atlet panjat berprestasi. 

Medali emas yang diberikan oleh Alfian Fajri pada Kejuaraan Dunia di Cina 2019 menegaskan bahwa betapa sepelenya memanjat tebing jika dibandingkan dengan Semeru.

Yang keempat adalah karate. Walaupun berasal dari Cina, prestasi karateka Indonesia tidak kalah gemilang dari pencak silat yang notabene asli Nusantara. 

Bulan Juni kemarin, tim karate Indonesia berhasil meraih 17 medali emas dalam kejuaraan internasional Yura Dupa Khodadad Cup di Brunei.

Tahun ini, dua karateka asal Indonesia, Aswan Ali dan David Sahirul Alim berhasil menyabet emas pada Kejuaraan Dunia Karate di Ceko. Mereka membuktikan bahwa film "The Raid" hanyalah omong kosong jika dibandingkan prestasi mereka.

Yang terakhir dan cukup mengejutkan adalah softball. Pada tahun 2011, tim softball putri yang menjadi wakil satu-satunya dari Asia pada turnamen besar softball di Ceko berhasil meraih peringkat tiga setelah menyingkirkan Polandia dan Tuan Rumah. 

Di tahun berikutnya, tim softball putra mengunci peringkat ke-3 pada Kejuaraan Softball Asia di Jepang. Prestasi tersebut juga mengantarkan tim softball Indonesia masuk Piala Dunia Softball untuk kedua kalinya setelah tahun 2010. 

Meskipun sudah 6 tahun lalu, kita perlu bangga dengan prestasi tersebut mengingat olahraga softball bukanlah terfavorit di Indonesia.

Mungkin masih banyak lagi cabang olahraga lain yang juga meraih prestasi gemilang, kecuali sepak bola. 

Namun di bulan Hari Olahraga Nasional ini, saya hanya ingin mengajak Anda untuk menggeser sedikit "teropong" ekspektasi prestasi olahraga kita. Dengan begitu, kita masih bisa melihat bintang-bintang indah yang ternyata sudah duluan ada di langit bumi pertiwi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun