Mohon tunggu...
Dennis Baktian Lahagu
Dennis Baktian Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Penghuni Bumi ber-KTP

Generasi X, penikmat syair-syair Khairil Anwar, fans dari AC Milan, penyuka permainan basketball.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Magiao, Sang Burung Endemik, Pusaka dari Pulau Nias

29 Januari 2023   15:14 Diperbarui: 19 Februari 2023   09:47 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung Beo Nias (Gracula Religiosa Robusta) oleh penduduk Nias diberi nama Magiao | Foto: Greeners.co

Burung Beo Nias yang memiliki nama latin Gracula Religiosa Robusta telah lama ditetapkan Gubernur Sumatera Utara bersama dengan Bunga Kenanga (Cananga Odorato) sebagai maskot atau identitas flora dan fauna Provinsi Sumatera Utara. Burung ini tergolong hewan endemik karena hanya dapat ditemukan di Pulau Nias dan pulau-pulau kecil disekitarnya.

Hewan endemik ini memiliki banyak keunikan dan kelebihan dibanding burung lainnya sehingga pada masa lalu banyak dijadikan sebagai oleh-oleh, koleksi atau hadiah untuk para pejabat yang sedang berdinas di Pulau Nias. Burung Beo menjelma menjadi souvenir hidup bernilai tinggi. Dampaknya, burung tersebut banyak diburu secara besar-besaran dan tak terkendali oleh penduduk lokal untuk diperjualbelikan demi cuan.

Suku Nias menamakan burung Beo endemik itu dengan sebutan Magiao. Selanjutnya dalam tulisan ini, pemakaian kata Magiao akan menggantikan frasa Burung Beo Nias.

Dahulu, ketika Kepulauan Nias masih alami dengan hutan-hutannya yang lebat, suara Magiao yang berkicau merdu diatas pepohonan menjadi irama pengiring waktu bagi orang-orang Suku Nias dalam beraktifitas. Irama kicauan yang seolah menciptakan symphony nan penuh keindahan. Tidak jarang, Magiao mengilhami sejumlah seniman Pulau Nias dalam menciptakan karya-karyanya.

Burung Magiao termasuk satu dari sedikit hewan cerdas. Kelebihan Magiao yakni dapat dilatih untuk berbicara. Burung ini memiliki suara dan lidah yang tergolong unik sehingga mampu mempergunakannya untuk meniru ucapan manusia disekelilingnya.

Ciri khas Magiao adalah warna hitam pekat metalik pada bulunya serta warna putih pada ujung kedua sayapnya. Perpaduan warna tersebut semakin unik dengan sepasang pial bewarna kuning di sisi kepalanya. Yang menarik adalah cuping berwarna serupa yang mengitari sisi belakang kepala Magiao. Cuping inilah yang membuat Magiao berbeda dengan Burung Beo lainnya. Kedua kaki Magiao juga berwarna kuning dengan empat jari pada masing-masing kaki. Tiga jari menghadap ke depan sedang yang lain kearah belakang. 

Tidak seperti warna kuning pada pial, kaki dan cuping, paruh Magiao berwarna orange yang tentunya semakin menahbiskan Magiao sebagai burung berkharisma yang konon dulunya dipercaya sebagai pemimpin para burung. Ditambah lagi secara fisik, Magiao memiliki ukuran badan yang lebih besar dari jenis beo lainnya.

Dengan status sangat terancam punah, Magiao telah ditetapkan sebagai salah satu hewan yang dilindungi. Bahkan di hutan-hutan Kepulauan Nias sebagai habitat aslinya, Magiao sudah tidak pernah terlihat. Sejumlah peraturan telah dikeluarkan untuk melindungi Magiao dari kepunahan seperti Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931, Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Upaya lain melindungi Magiao adalah menetapkan burung tersebut sebagai maskot berbagai event. Melalui upaya tersebut, diharapkan masyarakat semakin memahami bahwa Magiao wajib dilindungi. Seperti pada tahun 2015, Magiao ditetapkan menjadi maskot Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2015. Pada pelaksanaan PIMNAS (Pekan Iomiah Mahasiswa Nasional) ke-34 tahun 2021 di Medan, yang diikuti 2.200 mahasiswa dari 100 PTN/PTS di Indonesia, Magiao dipilih sebagai maskot PIMNAS tersebut. Dalam pagelaran Pesta Ya'ahowu 2017, Magiao ditetapkan sebagai maskot resmi ajang tahunan tersebut dan berlaku selama lima tahun kedepannya.

Sampai saat ini, belum dapat ditentukan berapa jumlah pasti Magiao yang masih hidup liar di Kepulauan Nias. Memang ada pemberitaan bahwa pada tahun 1996-1997, Tim dari Institut Pertanian Bogor yang bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan pernah melakukan penelitian dan hanya menemukan 7 ekot burung Magiao tersebut. Akan tetapi seiring dengan ketatnya penerapan perlindungan satwa, ada kemungkinan populasi Magiao lebih banyak dari yang ditemukan pada periode tersebut. Museum Pusaka Nias yang didirikan dan dikelola oleh Yayasan Pusaka Nias, sebuah organisasi nirlaba berlokasi di Kota Gunungsitoli, termasuk salah satu yang memiliki koleksi hidup dari Magiao.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun