Komando Trikora belum lama dibubarkan, hubungan dengan negara tetangga Malaysia memanas seiring pembentukan Negara Federasi Malaysia yang ditentang Soekarno karena dianggap sebagai negara boneka Inggris dan dapat mengancam kedaulatan Indonesia. Hal ini mendapat reaksi melalui sejumlah demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur yang menyulut amarah Soekarno. Apalagi para demonstran melakukan penghinaan atas lambang negara Indonesia. Melalui Menteri Luar Negeri Soebandrio, pada tahun 1964 Indonesia mengambil sikap konfrontasi dengan Malaysia. Tidak lama kemudian, Indonesia keluar dari keanggotaannya di PBB sebagai bentuk ketidakpuasan Soekarno atas PBB dalam menangani konflik Indonesia-Malaysia.
Gerakan Ganyang Malaysia diproklamasikan Soekarno. Kemudian perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) dikeluarkan Soekarno, berisi pertinggi ketahanan revolusi Indonesia; dan bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia. Dalam penjelasannya, Soekarno menegaskan bahwa Operasi Dwikora diperuntukkan untuk melawan neokoloniliasme Inggris di Asia Tenggara bukan melawan rakyat Malaysia. Komando Mandala Siaga (Kolaga) dibentuk, dipimpin Laksamana Madya Udara Omar Dani.
Dalam upaya penggayangan Malaysia, dibuka pendaftaran sukarelawan Dwikora. Mulai dari rakyat biasa hingga mahasiswa, mencakup semua kalangan. Sebelum diterjunkan ke medan perang, sukarelawan ini mendapat pelatihan militer. Lagi-lagi, seperti melihat Operasi Dwikora sebagai celah besar yang menganga, pada 14 januari 1965 Aidit melalui media Amerika Serikat Columbia Broadcasting System, mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar mempersenjatai 15 juta buruh dan tani. Usul ini kemudian dikenal sebagai usul pembentukan angkatan kelima.
Usul pembentukan angkatan kelima jelas mendapat penolakan yang hebat dari petinggi-petinggi Angkatan Darat. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa sikap Angkatan Udara cenderung mendukung usulan Aidit. Sedangkan Angkatan Laut dan Kepolisian lebih berhati-hati.
Ide pembentukan angkatan kelima sebenarnya tidak mengejutkan Soekarno. Dalam suatu lawatannya ke RRC, Mao Zedong dan Perdana Menteri Chou En-lai pernah mengusulkan ide tersebut kepadanya, mempersenjatai buruh dan tani untuk memperkokoh perjuangan melawan neo-kolonialisme dan imperialisme. Bentuk keseriusan dukungan RRT, Chou En-lai akan memberikan cuma-cuma 100.000 pucuk senjata Chung kepada Indonesia. Kedatangan senjata tersebut kelak dipakai Aidit untuk memperkuat argumentasi pembentukan angkatan kelima yang disertai statemen bahwa Soekarno telah menyetujuinya.
Rencana pembentukan angkatan kelima menjadi isu yang semakin memperuncing hubungan Angkatan Darat dengan PKI dan mencapai klimaksnya ketika isu Dewan Jenderal ditubuh AD menyeruak. PKI menyebut bahwa Dewan Jenderal akan mengambil alih kekuasaan dari Soekarno dengan mengambil momentum peringatan HUT TNI 5 Oktober 1965. Pengerahan pasukan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai peserta upacara, dijadikan PKI sebagai penguat analisis.
Ketika hal ini dipertanyakan kepadanya tanggal 26 Mei 1965 saat menghadiri suatu rapat, KSAD Letjen TNI Ahmad Yani tegas membantah keberadaan Dewan Jenderal. Berbeda dengan penuturan Brigjen TNI Ahmad Soekendro yang mengatakan Dewan Jenderal itu ada namun tidak bertujuan kudeta melainkan untuk melakukan perlawanan politik terhadap PKI. Beranggotakan 25 orang termasuk Soekendro.
Perseteruan Angkatan Darat dan PKI seakan berakhir tanggal 30 September 1965. Rencana pembentukan angkatan kelima menguap seiring terbitnya fajar tanggal 1 Oktober 1965. Penculikan dan pembunuhan terhadap Letjen Ahmad Yani, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen Raden Suprapto, Mayjen Siswondo Parman, Brigjen Donald Ignatius Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, merupakan tragedi berdarah yang tak terlupakan bagi bangsa kita. Kematian para perwira Angkatan Darat menjadi perisai tangguh bangsa Indonesia dalam mempertahankan Pancasila dari rongrongan paham komunisme yang diusung Partai Komunis Indonesia.
Peristiwa 30 September 1965 meninggalkan banyak pesan moral kepada kita, generasi penerus. Kaum pemecah persatuan bangsa, dalam berbagai mode, memiliki banyak trik untuk menginfiltrasi jiwa-jiwa yang mungkin saat ini tengah dihadang tekanan perekonomian yang sulit akibat konstelasi politik dan ekonomi dunia. Jangan lengah. Pemahaman yang baik akan nilai-nilai luhur Pancasila menjadi tuntunan memahami dinamika yang terjadi, yang tentu saja dilandasi dan dinaungi sikap dan sifat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
