Mohon tunggu...
Denni Candra
Denni Candra Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi HR dan Penulis

Penulis yang fakir ilmu sehingga senantiasa menjadi pembelajar seumur hidup. Mau kenal lebih dekat, silahkan klik www.dennicandra.com atau IG: @dennicandra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bijak dalam Memberikan Makna

2 Februari 2017   08:53 Diperbarui: 2 Februari 2017   09:02 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : Dok. Pribadi

Pada suatu kesempatan jalan-jalan sama keluarga, ketika istirahat dan makan di sebuah restoran mata saya langsung tertuju kepada salah satu pengunjung yang ada di situ. Bukan karena saya kenal atau merasa familiar dengan pengunjung tersebut, tetapi perhatian saya tertuju pada pakaian yang dia kenakan. Kami sama-sama memakai baju kaos dengan warna dan motif yang persis sama, tanpa ada beda sedikit pun. Yang berbeda hanya orang yang memakainya.

Istri dan anak saya saling melampar senyum dan tertawa kecil melihat kejadian tersebut, tetapi bagi saya pribadi itu tidak menjadi masalah. Kami tetap melanjutkan makan, dan ketika membayar di kasir saya berpapasan dengan orang tersebut. Sama-sama kaget dan beberapa saat kemudian kami saling tertawa, seakan-akan seperti sahabat karib yang baru bertemu setelah terpisah sekian tahun lamanya. Orang-orang pun kaget dan melihat ke arah kami berdua dengan penuh keheranan.

Dilain waktu ketika masih bekerja di Jakarta, saya beserta rombongan sekitar 5 orang dari kantor berencana untuk pergi makan saat istirahat siang. Pilihan kami jatuh pada sebuah foodcourt di salah satu pusat perbelanjaan yang berada tidak jauh dari kantor. Sambil bercanda dan melempar guyonan kami melingkar di sebuah meja menunggu pesanan makanan datang.

Tidak perlu waktu lama, sontak wajah salah satu rekan wanita saya mendadak seperti orang ketakutan. PD-nya langsung drop dan raut mukanya pucat seperti baru melihat pemandangan yang menyeramkan dalam sebuah film horor. Tanpa banyak kata dia langsung mengajak kami beranjak dari tempat tersebut dan mencari alternatif tempat lain untuk makan siang. Setelah di usut, ternyata yang menjadi masalah adalah dia melihat ada salah satu pengunjung yang juga lagi makan di tempat tersebut mengenakan baju yang persis sama dengan yang dia kenakan. Karena tidak ingin malu dan dilihat banyak orang makanya dia beranjak pergi dan tidak jadi makan di tempat tersebut. Hehehe ,,, itulah uniknya wanita.

Ketika kembali ke kantor langsung saya bilang ke dia, “Kamu itu salah dalam memberikan arti pada pikiranmu. Kamu memberikan arti kalau baju sama itu suatu hal yang memalukan. Coba kalau kamu mengartikannya dengan sebuah kata kompak, maka justru akhirnya akan membahagiakan. Dan kamu tidak perlu repot menghindar, bahkan kamu bisa kenalan dan menjalin persahabatan dengan orang tersebut.”

Sebenarnya kalau kita perhatikan dengan seksama, semua hal yang berhubungan dengan “mood” itu sangat bergantung pada cara bagaimana kita memberikan arti pada sebuah kejadian. Kesalahan dalam memberikan artinya juga akan salah dalam menempatkan emosi. Sakit hati, dendam serta berbagai macam trauma yang kita alami semuanya itu berawal dari kesalahan kita mengartikan suatu kejadian.

Bagaimana kita menilai, melihat dan menyikapi setiap peristiwa itulah yang menentukan apakah itu membuat bahagia, senang, sedih, takut atau kecewa. Karena peristiwa atau pun kejadian sejatinya adalah bersifat netral, kita sendirilah yang memberi makna pada setiap kejadian itu dalam perasaan kita. Kita yang membuat sebuah kejadian itu bersifat tidak netral lagi, semua itu tergantung bagaimana pikiran kita dalam merespon dan memberikan label terhadap kejadian tersebut. Bisa saja dalam menghadapi kejadian yang sama persis, respon dan label yang diberikan oleh seseorang berbeda dengan orang yang lainnya.

Suatu peristiwa akan menjadi baik kalau itu sesuai dengan penilaian yang ada dalam pikiran kita dan kita menerima itu sebagai sebuah kejadian yang baik. Tetapi suatu peristiwa akan menjadi buruk kalau itu tidak sesuai dengan penilaian yang ada dalam pikiran kita dan kita menerimanya sebagai sebuah keburukan.

Kalau kita sudah mengetahui bahwa pikiran adalah inti dari semua penilaian terhadap suatu kejadian, maka sudah saatnya kita mencoba untuk menata dan mengendalikan pikiran kita ketika merespon suatu kejadian. Jika kita berpikir bahwa dunia ini suram dan menakutkan maka itulah yang akan mengiringi langkah kita selamanya. Tapi jika kita berpikir bahwa dunia ini indah maka akan indahlah semua yang kita rasakan dan lalui dalam hidup ini.

Ingin berbahagia atau larut dalam kesedihan itu semua adalah soal pilihan. Tindakan kita bagaikan sebuah cermin tentang bagaimana kita melihat dunia, dan dunia ini tidak lebih luas daripada pikiran kita tentang diri kita sendiri. Dunia ini hanya akan memantulkan apa yang ingin kita lihat, menggemakan apa yang ingin kita dengar. Kalau kita takut untuk menghadapi dunia ini maka sama saja artinya kita takut terhadap diri kita sendiri.

Pada akhirnya pilihan itu ada di tangan kita sendiri “mau memaknai seperti apa setiap peristiwa atau kejadian yang setiap saat hadir di depan kita”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun