Mohon tunggu...
Deni Sugandi
Deni Sugandi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, pemandu geowisata, fotografer

Aktif di profesi fotografi kebumian, editor fotografi untuk penerbitan beberapa publikasi Badan Geologi KESDM. Mengelola tour dan workshop fotografi di geotrip.asia. Bisa dihubungi melalui: contact@denisugandi.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

TITIPAN NUSA DIPA

22 Agustus 2016   12:46 Diperbarui: 23 Agustus 2016   09:55 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menapakai Nusa Nipa di tenggara negeri ini, seperti mengulang sejarah peradaban manusia dan alam, yang dibentuk oleh waktu yang sangat panjang. Budaya lahir seiring manusianya berupaya untuk bisa bertahan hidup, menyesuaikan, dan setelah itu ia memaknai keberadaan alam bagian dari dirinya. Budaya kearifan gunungpun lahir Nusa Nipa yang kemudian dikenal kepulauan di tenggara. Kisahnya memiliki rangkaian cerita panjang, baik proses pembentukan pulau yang dibangun oleh gunung api, hingga bagaimana penghuninnya menciptakan kearifan lokal, melalui budaya yang terkondisikan keadaan bentang alam. Tanah yang subur disekitar gunung api, karena tanah mengandung andiosol, endapan material abu gunung api yang telah lapuk, kemudian memberikan berkah menjadi ladang pertanian yang subur. Namun dalam catatan Indeks Pembangunan Manusia, Nusa Tenggara Timur atau NTT berada di peringkat terendah dar 33 provinsi di Indonesia. Artinya kesengsaraan selalu menggelayuti roda ekonomi warga, padahal pulau-pulau ini dikarunia kekayaan alam yang melimpah.

Saya berkesempatan untuk melakukan penelusuran selama satu bulan penuh, tanpa henti. Dimulai dari Bali, Lombok, Sumbawa Besar, Flores, Timor dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, disingkat Flobamora. Untuk di wilayah NTT terdapat 1.192 pulau kecil, dan 760 pulau diantaranya belum memilki nama. Dalam perjalanan satu bulan saja tidak cukup, “Kalau menjelajahi kepulauan di Flores Timur itu lebih dari satu bulan” ujar Ambo Kerans, sahabat saya di Larantuka. Memang benar, Flores terlalu besar untuk waktu yang sesempit ini. Pengalaman mata tersebut kemudian dirangkum dalam kompilasi visualisasi foto, bermaksud mendalami Nusa Nipa dari tiga tema, sejarah pembentukan bentang lahan, gunung api dan budaya yang mendiaminya.

Dalam ziarah mata ini saya berkesempatan melukiskan khasanah etnis, walaupun hanya dipermukaan saja. Dalam catatan entografi ada 16 suku yang mendiami beberapa wilayah Nusa Tenggara Timur, diantaranya suku Gelong, Dawan, Tetun, Kemak, Marae untuk di wilayah pulau Timor. Suku Sabu atau Rae Havu, Sukba di pulau Sumba. Dan di Flores tengah hingga barat diantanya suku Manggarai Riung, Ngada, Ende Lio, Sikka-Krowe Muhang. Suku yang menempati bagian timur termasuk Adonara, Solor dan sebagian pulau Sembara adalah suku Lamaholot. Di Lembata dikenal suku Kedang, Labala, dan ujung selatan Lembata adalah suku Labala. Di pulau Alor dan Pantar adalah suku Alor Pantar.

Penelurusan pustaka lebih banyak memberikan catatan kedatangan Portugis dan bangsa Eropa datang ke Nusa Nipa untuk berdagang. Jauh sebelum masa  itu masih tercecer dan perlu penelitian mendalam, mengenai sebelum kedatangan bangsa asing.  Catatan yang saya temui melalui sumber di jejaring dunia maya,  nama lama pulau Flores adalah Nusa Solot atau Solor (Lintasan Linguistik Nama Suku-suku), berdasarkan sumber dari kita Kertagama yang mencakup pulau Adonara, Solor, Lembata dan Alor. Sedangkan nama Nusa Nipa diusulkan oleh Petu Saren Oring Bao (Nusa Nipa Warisan Purba, 1969).

Nusa Nipa dihuni puluhan etnis ini tersebar secara acak, menempati perbukitan dan lembah hingga tepian pantai, hidup berdampingan yang diatur dalam bentuk federasi kerajaan. Dibeberapa sumber sejarah abad ke-16 awal gugusan-gugusan pulau di selatan Nusantara ini belum menjadi perhatian dunia. Harumnya aroma cendana dari Timor tercium hingga Timur Tengah, Cina hingga Eropa.  Cendanalah yang mengantarkan pulau ini terbuka dengan jalur perdagangan dunia, mulai dari pedagang dari Malaka, Gujarat, Jawa dan Makassar. Dalam sumber catatan dari Cina, manuskrip Dao Zhi menuliskan bahwa dinasti Sung telah mengenal Timor 1350, bersandar di pelabuhan Batumiao-Batumean Fatumean Tn Am, pada saat itu merupakan pelabuhan yang disinggahi pedagang-pedagang dari Asia tengah, hingga Eropa. 

1799 perusahaan perdagangan VOC bangkrut, kemudian di ambil alih pemeritahan Belanda. Peralihan tersebut tidak membawa perubahan apapun, karena saat itu sedang menghadapi perang. 1942 melalui kolonialisasi, belanda mengusai penuh wilayah Nusa Tenggara secara de facto. Penguasan tersebut dikondisikan dalam pembagian raja boneka oleh administrasi penjajah, agar tidak terjadi pemberontakan. Penguasaan kolonial tersebut diatur dalam perjanjian politik yang dikenal dengan Korte Verklaring. Perjanjian yang mengatur hubungan antara raja-raja denga pemerintah Hindia Belanda seolah-olah didudukan dengan otoritas yang sama, yang sebenarnya menguntungkan pihak penjajah.

Dalam pergolakan perbutan kepulauan paling tenggara abad ke-16 akhir, VOC berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan yang memiliki otonom sendiri  yang tunduk di bawah kuasa pada Larantuquers atau turuna Portugis yang menetap, dan berasimilasi dengan penduduk lokal Larantuka. Jauh sebelum Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer di 1636 menyebut Cabo de Flores yang berarti Tanjung Bunga, kepulauan di tenggara ini disebut Nusa Nipa. Nusa untuk sebutan untaian pulau-pulau, dan Nipa sendiri merujuk kepada hewan melata ular. Pengertian ular tersebut sepertinya tidak mengartikan ular sebagai ular, namun memaknai bentuk corak dan warna tubuh ular, yang menyerupai bunga. Beberapa versi menyebutkan, karena pulau-pulau tersebut memanjang seperti ular, dan ada pula menyebutkan ular adalah binatang keramat. Keberadaan kepulauan di tenggara di Nusantara ini dikunjungi oleh perahu ekspedisi pada Dinasti Ming. Dalam kitab Kertagama, dicatatkan wilayah ini masih masuk ke dalam kekuasaan Majapahit 1365, namun memilki hak otonom melalui kerajaan-kerajaan kecil.

Hingga 1556 ekspedisi Portugis tiba di Solor, kemudian menyebarkan Katolik ordo Dominikan, melalui perintah uskup di Malaka 1561. Empat missionaris tesebut kemudian mendirikan misi permanen, dan 1566 Pastor Antonio da Cruz membangun benteng di Solor serta Seminari di dekat kota Larantuka. 1577 diperkirakan 50.000 orang telah memeluk Katolik di Flores (Pinto, 2000). 

Persaingan portugis dan Belanda melalui VOC, dalam upaya mencari rempah-rempah dan perebutan penguasaan jalur dagang, menyebabkan kekuasaan Portugis di Malaka jatuh. 1641 terjadi migrasi besar-besaran penduduk Melayu pemeluk Katolik menetap di Larantuka. Pengungsian inipun berdampak semakin kuat kristenisasi di wilayah pesisir, mulau dari Pulau Solor, dan Larantuka di Flores Timur, kemudian menyebar keseluruh daratan Flores dan Timor.

Setelah sebagain Indonesia timur jatuh kepangkuan ibu pertiwi, kepualaun ini masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sunda Kecil, dengan ibu kota di Singaraja, Bali. Setelah itu kemudian dimekarkan menjadi tiga provinsi terpisah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Di pulau Flores meliputi enam kabupaten, diantaranya Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata. Pembagian wilayah kabupaten tersebut diselaraskan dengan sebaran etnis dan suku-suku yang tersebar dari barat, timur hingga terusan kepulauan dari Adonara hingga Alor dan Pantar.

Suasana nasionalisme menjadi kuat, ketika proklamasi di bacakan di Jakarta.  Keadaan tesebut memabangkitkan istilah Nasionalisme-Kebebasan-Kemerdekaan NTT. Semangat ini mengantarkan menuju pemeritahan otonom NTT. Sejak 20 Desember 1958, pulau Flores, Sumba, Tomor dan pulau-pulau sekitarnya menjadi provinsi dalam kesantuan NKRI, disebut Nusa Tenggara Timur. Perjalanan bangsa yang bhinneka dihadapkan pada persamaan nasib, kemudian disatukan oleh pendahulu kita menjadi  negara kesatuan Indonesia. Kemudian melalui UU darurat No. 9 Tahun 1954 ditetapkan di Kupang, menetapkan menjadi Nusa Tenggara masuk ke dalam wilayah administratif NKRI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun