Mohon tunggu...
Deni Sugandi
Deni Sugandi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, pemandu geowisata, fotografer

Aktif di profesi fotografi kebumian, editor fotografi untuk penerbitan beberapa publikasi Badan Geologi KESDM. Mengelola tour dan workshop fotografi di geotrip.asia. Bisa dihubungi melalui: contact@denisugandi.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

71 TAHUN MERANGKUM FOSIL WALED

23 Agustus 2016   09:57 Diperbarui: 23 Agustus 2016   14:05 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Jadi kira-kira bagaimana kami bisa menjadi seperti bapak?” tanya seorang peserta sarasehan. Dengan lugas Thamrin menjawab “ada lima hal!”. Mau jadi orang miskin, siap dicelakai orang lain, rela ditipu, rela di penjara, serta siap mati. Raut mukanya tegas dengan tatapan mata tajam, menandakan ia bersungguh-sungguh mengucapkan lima perkara tersebut. Lima poin tersebut sebenarnya intisari dari perjalanan panjang, sejak 1972 ia mulai aktif mengunpulkan fosil, arko-artefak, benda budaya lama hingga barang antik. Kakek yang menginjak usia 71 tahun ini tampil eksentrik, selalu mengumbar senyum, meskipun dibalik itu dirinya berkepribadian tegas dan memiliki integritas.

Demi kecintaanya mengumpulkan fosil, ia rela meninggalkan pekerjaanya sebagai pegawai negeri, kepala Puskesmas di Sindang Laut, Cirebon. Selama menjadi pegawai kesehatan, saat berkunjung ke pelosok daerah, ia selalu menyempatkan mencari fosil, baik itu yang tersingkap di sungai, atua hanya mencari informasi dari warga. Modus seperti ini yang ia lakukan di awal karier mengumpulkan benda purba tersebut. Hingga awal 80-an ia memutuskan total terjun, sesuai anjuran bapaknya bahwa ia harus keluar dari pegawai negeri.  Godaan demi godaan ia terima, bahkan pernah suatu malam pernah datang seorang pengusaha menawarkan mobil baru, untukditukar dengan fosil temuan Thamrin. Keteguhannya mengantarkannya kepengalaman suka dan duka hingga pernah dipenjara. Selain itu ia pun pernah dikecewakan oleh beberapa pengusaha, yang ingin membeli. Setelah barang diantar, tetapi tidak ada pembayaran.

Thamrin lahir dan besar di Sindang Laut, 6 September 1951. Menuntaskan sekolah dasar di Sindang Laut, dan melanjutkan ke sekolah menengah atas di Karangsuwung. Selepas SMA ia melanjutkan di akademi kesehatan. Awal 80-an ia mulai serius berburu fosil secara sistematis, tetapi belum bisa memaknai temuannya. Yang dicari lebih ke bentuk, keindahan dan menarik perhatian, selebihnya mencari batu susaeki yang biasanya mudahdijual, untuk menghidupi keluarganya. Lokasi pencarian tesebar mulai dari daerah Palimanan, Sumber, di batas wilayah Brebes, Sedong, di kecamatan Waled, hingga ke kabupaten Kuningan. ia menyebutnya Cibening, singkatan dari Cirebon-Brebes-Kuningan. 1974 ia menemukan fosil kerbau purba utuh, di bukit Conbera, Cirebon, yang kini menjadi bagian koleksi Museum di Jawa Barat, kemudian hilang. Beberapa koleksinya tersebar di beberapa tempat, termasuk museum kecil di Kecamatan Waled, di beberapa kolektor dan di museum Pangeran Cakrabuana, Sumber Cirebon, yang diresmikan 2 April 2014.

Kini koleksi Thamrin diperkirakan berjumlah lebih dari ribuan koleksi, diantaranya batu susaeki, fosil vertebrata, moluska, benda arkeologi hingga benda budaya. Karena tidak memiliki lahan yang cukup, ia mengubur sebagain temuannya, yang kelak akan digali kembali bila sudah memiliki tempat yang cukup luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun