Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengikis Ironis dengan Sisi Humanis

15 Oktober 2021   18:43 Diperbarui: 15 Oktober 2021   19:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini, saya mendengarkan tayangan podcast. Empunya Channel adalah Pak Akbar Faizal. Politikus kawakan yang saya pikir namanya tidak asing bagi khalayak ramai. Beliau sering duduk, berdiskusi dan berdebat di beberapa tayangan televisi. Bahkan kalaupun jarang lagi menonton televisi. Coba saja ketik nama beliau di Channel YouTube. Pasti kita langsung diarahkan pada satu channel podcast #AkbarFaizalUncensored.  

Saya tidak sedang mengendorse beliau, tetapi setidaknya dengan tulisan ini, saya ingin berbagi refleksi saya dibarengi gaya beliau yang sederhana dalam bertutur, namun lugas, tegas, dan tajam dalam perumusan pertanyaan. 

Berbeda tentu dengan gaya podcaster lain. Tak perlu saya sebut. Atau mungkin juga karena pengaruh usia saya, cukup nyaman di telinga saya mendengarkan narasumber berbagi kisahnya satu demi satu dan runtut. 

Tak terasa, hampir satu jam dan telinga saya pun belum lelah mengikuti alur logika pembicaraan dalam podcast yang beliau gawangi. 

"Jika memberi energi positif pada tumbuhan ini, maka ia pun akan memberikan umpan balik energi positif pada kita. Begitu pula manusia." ungkap pak Marthinus 

 

Dalam rangkaian cerita yang dikisahkan runtut, Pak Marthinus berbagi pengalaman dan keyakinannya. Kalimat yang saya tuliskan di atas adalah salah satu di antaranya. Keyakinan hidupnya setidaknya menunjukkan bahwa kehidupan jauh lebih berharga daripada kematian. 

Cinta mendorongnya untuk menunjukkan sisi humanis. Bagi yang belum menyaksikan tayangannya, saya share videonya dalam tulisan ini. Silakan klik saja. Tapi, bagi yang ingin tahu kisahnya dalam tulisan, izinkan saya bercerita. 

Hadir dalam podcast ini,  Irjen. Pol. Marthinus Hukom. Mendengar namanya, mungkin sebagian kita, termasuk saya tidak begitu akrab. Atau mungkin saya juga yang tidak mengikuti perkembangan.

Namun, dari podcast ini, saya dikenalkan pada sosok beliau yang sejak berpangkat Kompol, terus berkutat di detasemen khusus anti teroris dan malang melintang dan berbagai operasi anti teror di seluruh kasus teroris di tanah air.

Bagi saya, podcast ini menarik karena pak Marthinus Hukom memperluas wawasan saya. Ia menjelaskan dengan detail penegakan hukum yang dilakukan Densus 88 berikut pola pendekatan dalam penegakan hukum pada kejahatan teroris ini. 

Saya tidak tertarik untuk membahas kontroversi yang terjadi belakangan ini, tetapi podcast ini memberi warna dan wajah baru yang belum sepenuhnya dikenali masyarakat kebanyakan. Maka, menarik sari pati diskusi ini, saya dapat menyebut kata humanis. 

Akar kata humanis adalah kata benda dalam bahasa Latin, homo-hominis (manusia, ID).  Untuk itu, kata humanis menunjuk pada pendekatan yang menekankan  konteks yang unik  dalam diri masing-masing  pribadi, kesadaran bahwa keberadaan kita tidak dapat dilepaskan dalam konteks relasi yang intens dengan orang lain. 

Pendekatan ini pun mengandaikan bahwa kita sebenarnya mempunyai pilihan-pilihan dan tanggungjawab. Dalam konteks inilah, kita mengenali bahwa  manusia bersifat intensional. 

Artinya, dalam setiap tindakan kita, kita mencari makna, nilai, memiliki kreativitas, kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih kembali setelah mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam merealisasikan potensi manusia. 

Pendekatan humanis ini berakar pada pemikiran eksistensialisme. Beberapa filosof eksistensialis dapat kita kenali dari tokoh seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.  Dalam dunia psikologi, kita mengenal nama Abraham Maslow.

Kisah Pak Marthinus setidaknya menggambarkan bahwa kasih jauh lebih kuat daripada kematian. Kasih mengalahkan kemarahan dan kebencian. Kasih melekat erat pada pribadi manusia. Itu sebabnya kehadiran yang menyentuh sisi humanis mengatasi tindakan menebar ketakutan dan kematian. Terima kasih pak untuk seluruh usaha dan dedikasi bapak. Salam hormat saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun