Mohon tunggu...
Denis Rikwanto
Denis Rikwanto Mohon Tunggu... Administrasi - menulis adalah kenikmatan

jangan menular, kecuali kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Reklamasi Bandara Soetta Jangan Bawa Luka

1 Desember 2018   11:08 Diperbarui: 1 Desember 2018   11:17 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir pekan lalu, saya dan beberapa teman  mengunjungi Desa Lontar, di Serang, Banten. Bukan untuk liburan  menikmati pantai atau lautnya, tapi dalam urusan memberi penyuluhan  ekonomi kreatif pada masyarakat pedesaan.

Dua hari saya menginap  di rumah Pak Tatam, pria berkulit legam yang sudah lebih 15 tahun  tinggal dan membuka warung makan serta kelontong di sana. Banyak hal  jadi topik obrolan kami, soal cerita masa lalu yang lucu, hingga keluh  kesah warga tentang penambangan pasir untuk reklamasi Teluk Jakarta.

Pak  Tatam memang bukan nelayan, keluarganya pun tidak ada yang bekerja  mencari ikan di laut. Namun, pria kelahiran Bogor 40 tahunan lalu itu  tetap khawatir dengan penambangan pasir perairan dekat Pulau Tunda, di  Serang tersebut, meski katanya ada CSR, namun warga tetap menolak  penambangan pasir yang izinnya tidak jelas, karena mengurangi ikan hasil  tangkapan dan sering merusak jaring nelayan.

Saat ikan hasil  tangkapan berkurang, maka penghasilan warga Desa Lontar yang mayoritas  bekerja sebagai nelayan juga berkurang. Kalau sudah begitu, daya beli  masyarakat lesu dan warung Pak Tatam pasti ikutan sepi.

Menurut  Tatam, keluhan nelayan Desa Lontar sudah disuarakan sejak lama, dan  sempat mendapat perhatian Komisi IV DPR RI yang melakukan peninjauan  pada 2016 karena area tugasnya bermitra dengan Kementerian Kelautan dan  Perikanan. Tapi setelah itu, kapal-kapal besar penyedot pasir masih  sering terlihat di perairan sekitar.

Pada April 2016, puluhan  nelayan menggunakan kapal kecil mendekati kapal Queen of The Netherlands  dan diminta menjauh serta menghentikan aktivitas penyedotan pasir di  sana. Kapal tersebut bisa menyedot hingga 3.000 meter kubik pasir dari  kedalaman 150 meter.

Berdasarkan pemberitaan media massa, Kapal  Queen of The Netherlands (Siprus) merupakan kapal yang digunakan PT  Jetstar untuk menambang pasir di Perairan Lontar sejak 2003. Selain itu,  PT Jetstar juga menggunakan Kapal Cristobal Colon (Luksemburg).

Gerah  karena keluhannnya dianggap lalu, para nelayan Desa Lontar bersama para  mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten pada  Oktober 2017. Demonstran satu suara menolak penambangan pasir di Banten  untuk keperluan reklamasi Teluk Jakarta.

Perlahan setelah  demonstrasi itu, kegiatan penyedotan pasir sudah jarang dilihat warga  Desa Lontar. Menurut Tatam, mungkin sudah berhenti, atau berhenti  sementara karena reklamasi di Jakarta tersandung masalah. Apapun  alasannya, warga tetap menyesali penambangan pasir yang merusak  ekosistem laut hingga mengurangi hasil tangkapan nelayan.

(detikX)
(detikX)
***

Selain  di Teluk Jakarta, ada juga rencana reklamasi untuk menambah luas  Bandara Soekarno-Hatta, di Banten. Perkiraan lahan yang dibutuhkan  mencapai 2.000 hektare dengan investasi Rp 100 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun