Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sebaiknya Bapak Tilang Saya Saja

16 Juni 2016   15:01 Diperbarui: 17 Februari 2017   10:43 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ezra yang sedang melaju lambat di jalur cepat Jalan Soekarno-Hatta Bandung tiba-tiba didatangi petugas beseragam cokelat berompi hijau terang. Bapak-bapak yang dari raut wajahnya ia perkirakan berusia lima puluh tahunan memberikan isyarat supaya Ezra dan sepeda motornya menepi. Sontak Ezra kaget, jantungnya mulai berdebar-debar. Ia menurut, sepeda motor diparkir ke bawah pohon di samping pos berwarna khas putih-merah-biru.

Rupanya ia tidak sendirian. Di dalam pos, sepasang-muda-mudi sedang ditanyai sambil memperlihatkan SIM dan STNK. Seorang petugas yang mereka hadapi sibuk menulis di lembaran surat tilang. Ezra harus menunggu giliran. Ia lalu duduk di kursi rotan dengan bantalan berwarna biru laut. Setelah kira-kira 5 menit, pasangan tersebut pergi dengan meninggalkan SIM di atas meja. Tibalah giliran Ezra.

Dikeluarkannya SIM dan STNK, dengan tangan yang masih gemetar, antara takut dan emosi. Ia memberanikan diri bertanya, “Jadi kenapa pak? Ada yang salah?”. “Anda melanggar rambu kang. Harusnya jalur tengah bukan untuk sepeda motor. Sepeda motor di jalur lambat”, jawab sang petugas sambil melongok keluar, mengecek kesesuaian STNK dengan fisik sepeda motor Ezra. “Oh, saya pikir rambu ini tidak berlaku di sini pak. Saya pikir Cuma di daerah perempatan Ibrahim Adjie saja”, balas Ezra. “Sampai sini, terus sampai ke bundaran Cibiru di batas kota”, ujar petugas itu. Demi mempraktikkan pelajaran PKn di sekolah, Ezra lebih memilih disidangkan daripada harus membayar di tempat. Takutnya disalahgunakan si petugas ini.

Wajahnya sedikit heran saat memeriksa SIM milik Ezra. Badannya yang besar dan posisinya yang agak membungkuk membuat petugas ini terlihat garang. Namun seketika dia mundur bersandar ke kursinya dan terlihat lebih bersahabat. “Oh, rupanya si akang ini orang Kuningan? Saya juga orang Kuningan, tapi lama di Bandung”, rupanya bapak satu ini orang Kuningan. Ada yang lebih mengejutkan dari fakta bahwa ia adalah orang Kuningan dan perubahan sikapnya yang mendadak. SIM dan STNK Ezra langsung ia letakkan di atas meja. Ia pun berhenti menulis surat tilang yang hampir rampung. “Silahkan saja lah. Mau langsung boleh, mau ngasih juga boleh”, tambah pak petugas.

Ezra langsung mengambil SIM dan STNK yang tergeletak, berpamitan, tanpa banyak berkata-kata langsung memacu sepeda motornya menjauh dari pos putih-merah-biru. “Terimakasih atas kebaikan-sesama-orang-Kuningan-nya pak. Tapi sebaiknya bapak tilang saya saja. Karena jika saya bapak lepaskan begitu saja itu tidak sesuai prosedur. Saya ngasih bapak pun itu melanggar hukum”, ucap Ezra dalam hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun