Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apoteker Viral, Korelasi, dan Kausalitas

15 Juli 2021   15:26 Diperbarui: 15 Juli 2021   21:19 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua hal yang berkorelasi tidak berarti memiliki hubungan sebab-akibat (Foto oleh Karolina Grabowska dari Pexels)

Mendung merupakan salah satu tanda akan turun hujan. Keduanya bisa dibilang memiliki korelasi. Akan tetapi, mendung bukanlah penyebab langsung terjadinya hujan. Hujan turun disebabkan pembentukan partikel-partikel air dalam bentuk cair di atmosfer akibat penurunan suhu.

Oleh sebab itu, dalam ilmu statistik dikenal istilah "Correlation does not imply causation", atau dengan kata lain "korelasi tidak selalu berarti sebab-akibat".

Pada kasus lain, dua hal bisa memiliki korelasi sekaligus kausalitas, tetap masih ada faktor lain yang menyebabkan suatu peristiwa dapat terjadi. Mari kita ambil contoh kegiatan olahraga.

Proses pembentukan otot sejalan dengan intensitas latihan yang dilakukan seseorang. Olahraga juga telah terbukti dapat membentuk massa otot. Bisa dikatakan kedua variabel memiliki korelasi sekaligus kausalitas.

Namun kita tidak bisa hanya melihat dari faktor intensitas olahraga. Masih banyak faktor lain yang menentukan perkembangan otot, misalnya dari nutrisi, pola tidur, dan kebiasaan merokok. Fokus pada satu variabel dan melupakan variabel yang lainnya adalah hal yang juga keliru, kecuali jika kita memang sedang melakukan penelitian dengan asumsi tertentu.

Mengapa membedakan korelasi dan kausalitas penting?

Di era digital seperti sekarang, kita mengalami banjir informasi (information overload). Fenomena ini membawa dampak positif berupa ketersediaan informasi secara cepat tanpa batas ruang dan waktu. Di sisi lain banjir informasi berpotensi menurunkan kepekaan kita terhadap vadilitas konten dan risiko misinformasi.

Pemahaman tentang korelasi dan kausalitas sangat diperlukan untuk menyaring informasi dengan benar. Kita akan lebih teliti ketika menerima informasi dan memastikan validitasnya sebelum mengimplementasikan atau membagikannya ke pihak lain.

Tentu kita tidak lupa informasi tentang hubungan antara covid-19 dan teknologi 5G. Keduanya memiliki korelasi, muncul di saat yang hampir bersamaan. Tapi jika dilihat dari segi kausalitasnya, kita akan tahu kabar ini benar atau bohong belaka.

Begitu juga viralnya produk susu beruang (atau susu naga atau entah susu apa itu) yang disebut-sebut mampu menyembuhkan covid-19. Korelasinya jelas terlihat, si penderita berangsur-angsur membaik setelah minum susu tersebut.

Namun kebanyakan masyarakat melihat korelasi itu sebagai kausalitas juga. Minum susu dan sembuh dari covid-19 bisa saja memang berkorelasi, tapi bukan berarti susu beruang adalah obat mujarab penyembuh covid-19. Barangkali susu hanya pelengkap disamping nutrisi utama dan obat-obatan yang dbutuhkan penderita untuk meningkatkan imun tubuh, bukan satu-satunya penyebab sembuh dari covid-19.

Karena tidak mampu berpikir kritis dan mengecek validitas informasi secara benar, akhirnya terjadilah panic buying. Toko-toko diserbu, susu ludes dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun