Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menyoal Kebiasaan Pamer di Media Sosial

9 Mei 2021   18:38 Diperbarui: 9 Mei 2021   19:50 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pamer di media sosial ( Photo by Kelly Lacy from Pexels)

Unggahan hadiah dan barang mewah merupakan salah satu konten yang umum kita jumpai di media sosial. Para pengunggah berniat menyampaikan rasa terimakasih dan syukurnya atas barang-barang yang mereka peroleh dari orang-orang dan kegiatan-kegiatan spesial.

Ungkapan rasa terimakasih merupakan hal yang wajar dalam interaksi sosial. Ini juga merupakan salah satu adab yang mesti dilakukan si penerima atas kebaikan hati pemberinya.

Jika dulu ucapan tersebut hanya dilakukan secara langsung ataupun tertulis lewat surat dan sejenisnya, kini kita bisa melakukannya di media sosial. Kita bisa membuat unggahan di linimasa ataupun melalui fitur siaran real-time seperti Instastory.

Meski tujuannya baik, nyatanya unggahan tersebut tidak selalu direspon positif oleh pengguna media sosial lain. Tak sedikit warganet yang merasa terganggu karena menganggap tindakan tersebut hanya dilakukan untuk pamer semata.

Para influencer merupakan pihak yang berkaitan erat dengan pembentukan budaya suka pamer ini. Bagi mereka pamer merupakan bagian dari promosi dan iklan yang dibebankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 

Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak menyadari hal tersebut dan malah hanya ikut-ikutan meniru kebiasaan pamernya saja.

Seperti dikutip dari kumparan.com, psikolog Lisa Orban mengungkapkan bahwa kita sebenarnya tidak bisa menghindar dari dorongan untuk pamer. Media sosial sebagai sarana untuk saling terhubung dan berbagi merupakan medium yang pas untuk menyalurkan hasrat ingin pamer tersebut. Media sosial hanyalah pemicu, bukan faktor penyebab utamanya.

Kalau kita ingat-ingat, kebiasaan suka pamer ini nyatanya sudah kita jumpai jauh sebelum tercipta media sosial. Kita tentunya sering mendengar ibu-ibu yang gemar membicarakan betapa pintar anaknya di sekolah, bocah-bocah yang kerap membanggakan pekerjaan ayah-ayah mereka, dan lain sebagainya. 

Pamer adalah bagian dari naluri kita dan kita tidak bisa lepas darinya.

Kebiasaan pamer ini sebenarnya merupakan bagian dari dari kebutuhan dasar manusia untuk diakui dan diterima oleh orang-orang di sekitarnya. Sadar atau tidak, pamer hadiah dan barang mewah sebenarnya adalah bentuk pernyataan bahwa diri kita adalah sosok yang diakui secara sosial. Ssecara tidak langsung kita mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. 

Orang yang sering pamer di media sosial juga kemungkinan besar menderita rasa kesepian. Perasaan tersebut dapat timbul dari minimnya interaksi sosial betulan, entah karena kurang percaya diri atau memang dikucilkan orang-orang disekitar. Media sosial menjadi sarana yang tepat untuk mendapatkan perhatian publik secara luas tanpa perlu bertatap muka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun