Lebaran 2025 ini saya tidak mudik. Jadi sejak hari pertama usai salat Ied sudah keliling kampung berlebaran dengan tetangga sekitar. Lalu berkunjung ke rumah rekan dan kerabat dekat.Â
Hari kedua lebaran keliling lagi. Tapi kali ini keliling dari makam ke makam. Saya berziarah ke beberapa makan yang sudah semestinya di ziarahi. Lokasinya jauh-jauh. Salah satunya di daerah Lebak Wangi, Parung, Bogor.
Dalam perjalanan ke sana ada kejadian lucu. Saya ke sana mengendarai motor. Jarak tempuh lumayan jauh. Berangkat pukul 08.00 WIB tapi hingga pukul 11.00 WIB belum sampai juga.Â
Memang sih jalanan agak macet. Ditambah hujan. Jadi ada jeda untuk berteduh terlebih dulu. Menunggu istirahat makan dan salat.
Maka mesti mencari tempat untuk istirahat makan dan salat. Berhubung lebaran jadi agak sulit mencari tempat makan. Untungnya ada sebuah rumah yang di depannya menggelar meja jualan.Â
Dari jauh saya lihat jualan gado-gado dan minuman semacam kopi sachet. Â Saya pun memilih istirahat makan siang di sana. Saya pesan satu porsi gado-gado lalu duduk manis di bale-bale.
Ibu penjual datang menghampiri. Menanyakan minuman yang ingin saya pesan. Lha, perasaan saya tidak pesan minuman. Melainkan Gado-gado. Begitu saya katakan hal tersebut barulah si ibu paham.
"Oh, pesan pecel,?"
Saya bingung tapi diam saja. Begitu pesanan tiba, saya makan sambil bertanya-tanya dalam hati. Ini kan gado-gado? Kenapa disebut pecel? Lalu pecel yang saya umumnya itu mereka sebut apa?
Lebak Wangi sebuah daerah di daerah Parung, Bogor. Hanya beberapa jam dari Jakarta dan Tangerang. Tapi sudah ada perbedaan dalam penyebutan kuliner.Â
Makanan yang biasanya saya sebut gado-gado, mereka sebut pecel. Padahal bumbu dan isinya sama. Kacang yang diulek dengan beberapa bahan tambahan lalu diberi sayuran yang sudah direbus, ditambah tahu dan tempe goreng barulah diaduk rata.