"Nabung tuh emas. Jangan uang. Pasti banyak keambilnya dibanding nyimpennya."
Begitu nasihat orang tua. Saya yang cuma tahunya kalau emas itu berupa gelang, kalung dan anting, kerap menyepelekan nasihat tersebut. Karena saya tidak suka memakai perhiasan emas.Â
Apalagi dengan ukuran perhiasan emasnya besar dan terlihat berat. Wah, enggak banget deh. Begitu yang biasa saya lihat pada diri orang tua zaman dulu. Mereka menabung emas berupa perhiasan.Â
Setiap ada rezeki maka perhiasan emasnya ditukar tambah dengan yang lebih besar lagi gramnya. Judulnya kan menabung emas. Memang benar sih.Â
Kalau sedang butuh uang maka tabungan emas tersebut dijual. Ada rezeki dibelikan emas lagi. Begitu tradisi turun temurun yang jujur tidak saya patuhi.Â
Jadilah saya hanya menabung seperti umumnya. Yaitu menabung berupa uang di bank. Tapi seperti yang orang tua prediksi, menabung uang banyak dipakainya ketimbang yang disimpan.
Bagaimana lagi? Memang banyak kebutuhan. Tapi kalau begini terus kapan kumpulnya? Pikir saya. Nasihat orang tua memang selalu benar.
Masalahnya bagaimana cara saya menabung emas nih? Jujur saya kudet alias kurang update untuk urusan seperti ini.
Sampai suatu hari seorang kawan mengenalkan saya pada pegadaian. Saya pikir si kawan ke pegadaian ingin menggadaikan barang. Ternyata mau mengambil tabungan.
"Memangnya di pegadaian bisa menabung? Bukannya cuma untuk menggadaikan barang saja ya?"