Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hikmah di Balik Musibah Banjir

12 Januari 2021   13:51 Diperbarui: 12 Januari 2021   13:53 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa merasakan firasat apapun. Tanpa ada tanda-tanda yang mengisyaratkan akan datangnya sebuah musibah banjirke. Awal tahun 2020 rumah kami kebanjiran sampai setinggi dada.

Daerah kami yang jauh dari bantaran sungai. Bukan di dataran rendah. Tak pernah kebanjiran sekali pun. Tiba-tiba kebanjiran sampai setinggi dada tentu membuat shock. Luar biasa sekali curah hujannya.

Ternyata memang benar. Sebab berita yang kemudian muncul memang telah terjadi banjir dimana-mana. Termasuk daerah-daerah yang selama ini aman dari jangkauan banjir. Daerah tempat tinggal kami salah satunya.

Saya masih ingat betul saat pertama kali menyadari bahwa rumah kami kebanjiran. Saat itu saya masih di atas sajadah usai salat subuh. Tiba-tiba sajadah yang saya duduki terasa basah. Secara refleks tangan saya segera menyentuh sajadah tersebut. Benar basah.

Saya segera bangkit dan tak lama terdengar teriakan banjir. Saya lihat lantai rumah mulai tergenang air. Panik dan bingung merasuki perasaan. Tidak tahu apa yang ingin diselamatkan terlebih dulu. Pokoknya menaikkan benda-benda ke atas lemari. Terutama buku-buku.

Air sudah semakin tinggi. Tak berapa lama kulkas kami terguling. Saya mulai khawatir lemari dan benda lainnya akan menyusul terguling juga. Kalau begitu percuma saja saya menaikkan barang-barang berharga ke atas lemari.  

Dengan segera saya naik ke atas meja dan memaku tembok-tembok yang paling atas. Kemudian meminta anggota keluarga memasukkan barang-barang ke dalam kantong plastik. Lalu saya gantungkan tas plastik tersebut pada paku-paku di tembok.

Tak berapa lama satu per satu lemari di rumah kami terguling. Air sudah semakin tinggi. Aliran listrik mulai dipadamkan. Terpaksa kami harus mengungsi meninggalkan rumah hanya dengan membawa satu tas ransel berisi barang-barang berharga.

Sore harinya setelah air mulai surut kami baru kembali ke rumah. Kondisi rumah sudah seperti kapal pecah. Syukurnya air tidak bertambah tinggi. Sehingga barang-barang yang saya gantung di tembok tetap aman. 

Melihat kondisi seperti itu berbagai pikiran berkecamuk dalam benak saya. Hal pertama yang saya gumamkan adalah rasa syukur. Ya, saya bersyukur banjir yang kami alami hanya sebatas dada. Sementara di tempat lain ada yang sampai ke atap rumah. Kerugian yang kami alami juga sebatas material. Sedangkan mereka di sana ada yang kehilangan nyawa.

Dari peristiwa banjir tersebut. Ada banyak hikmah yang saya dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun