"Bilal," sahutnya cepat.
"Wah, berarti jago azan dong. Bilal kan..." Aku buru-buru menutup mulutku atas keceplosan itu. Lelaki bernama Bilal itu awalnya terkejut. Tapi selanjutnya malah tertawa lepas.
"Ternyata adik Kemal yang satu ini tak hanya cantik tapi juga lucu ya? Eh." Ia pun buru-buru menutup mulutnya atas kelancangan ucapannya itu. Kami jadi senyum-senyum menyadari hal itu.
Semenjak itu setiap kali Kak Bilal datang ke rumah ia curi-curi pandang padaku. Bahwa cinta itu memiliki magnet tersendiri, itu benar adanya. Entah kenapa aku juga seolah digerakkan untuk menoleh. Sehingga kami kerap tersenyum malu-malu menyadari hal tersebut.
Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba aku dibuat jantungan oleh pernyataan Mas Kemal pada suatu hari.
"Kawanku Bilal sepertinya jatuh cinta padamu, Niluh. Bersediakah kamu menerima lamarannya? Sebab aku katakan kalau kamu tidak ingin pacaran."
"Oh, apa Mas? Apa tadi yang Mas Kemal katakan?"Â
Aku sungguh tak percaya dengan apa yang diucapkan Mas Kemal tadi. Kemudian Mas Kemal menceritakan semua perihal Bilal dan niatnya yang langsung diutarakan pada Mas Kemal secara gamblang. Mengingat Mas Kemal adalah waliku semenjak bapak tiada.
Semua keputusan ditanganmu. Nanti aku berikan nomor ponselmu ya? Biar dia bicara secara langsung.
Maka begitulah. Setelah saling menceritakan tentang diri dan keinginan-keinginan pribadi masing-masing. Aku dan Kak Bilal berencana menghalalkan hubungan ini.
"Sebelum Ramadan ya? Biar puasa sudah ada pendamping. Dan pahalanya berlipat."