Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Fiksi Ramadan] Hilal Telah Tampak, Wajah Bilal Pun Kian Menyeruak

23 Mei 2020   17:57 Diperbarui: 23 Mei 2020   17:50 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lotusyogacentre.com

"Jangan dimasukkan ke hati ucapan Gendis tadi ya, Nduk. Adikmu memang begitu," kata ibu sambil meraih tanganku dengan lembut. 

"Njih Bu. Aku ndak apa-apa kok," kataku sambil membalas genggaman tangan ibu.  Kuberikan senyum termanisku agar ibu merasa tenteram. 

Sejak aku hijrah dari anak perempuan yang kerap pulang malam dan gemar nongkrong di kafe-kafe, menjadi perempuan berhijab yang gemar di kamar sambil melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Seisi rumah tak terkecuali ibu sempat merasa cemas. Mereka khawatir aku terpapar ajaran agama yang tidak baik. Sebab perubahanku benar-benar 360.

Ketika ibu dengan hati-hati mengutarakan kegelisahan seisi rumah atas perubahan ini. Aku tersenyum geli.

"Aku beneran enggak apa-apa, Bu. Aku baik-baik saja. Jangan mengkhawatirkan aku. Buang semua pikiran buruk itu. Aku tidak seperti yang ibu dan lainnya pikirkan kok."

"Sungguh, Nduk? Ibu khawatir. Karena ibu takut kehilangan kamu."

Kupeluk ibu dengan penuh kasih sayang. Aku sangat memahami perasaan ibu dan seisi rumah. Perempuan Jawa yang sangat kejawen sekali.

Sejak perubahan yang terjadi padaku, ibu, kakak dan adikku berusaha mencarikan jodoh buatku. Tujuannya agar aku tidak dijodohkan oleh kawan-kawan satu aliran. Bisa-bisa aku akan menjauh dari keluarga. Begitu alasan mereka yang sempat kudengar tanpa sengaja. 

Aku geleng-geleng kepala. Sebegitu khawatirnya mereka. Padahal aku baik-baik saja. Mungkin karena mendengar berita-berita yang miring tentang perubahan orang yang sudah hijrah. Sehingga mereka mengkhawatirkan diriku. 

Memang benar, sejak hijrah untuk berhijab. Aku mulai membatasi pergaulan. Bukan berarti tidak beegaul. Hanya saja tidak sebebas dulu. Tentu tidak elok kalau perempuan berhijab sepertiku masih nongkrong di kafe sampai dini hari. Masih cipika-cipiki dengan setiap kawan lelaki yang dijumpai. 

Dulu aku tidak mengetahui dalilnya, sehingga biasa saja. Setelah mengetahui tentu tidak ingin melakukannya lagi. Aku mulai introspeksi diri. Termasuk dalam hal pergaulan dengan lawan jenis. Aku ingin menikah tanpa harus pacaran seperti umumnya. Cukup saling mengenal karakter masing-masing melalui ta'aruf. Dan itu tidak asal saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun