Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Sakau" Gara-gara Kompasiana

15 Juni 2019   08:13 Diperbarui: 15 Juni 2019   08:20 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image foto by NM Hana

Sakau atau sakaw kata yang sudah tak asing lagi terdengar di telinga saya. Selain melihat di televisi tentang orang-orang yang sedang sakau. Saya juga pernah melihat secara langsung kondisi orang sakau itu seperti apa. Kebetulan tetangga dekat rumah dan teman masa kecil sendiri yang mengalaminya. Dalam hati bergumam, "Narkoba itu efeknya luar biasa kuatnya ya? Sampai sebegitunya kalau sampai telat sebentar. Jauh-jauh deh dari narkoba."

Ternyata satu Minggu yang lalu saya merasakan sendiri seperti apa rasanya "sakau." Benar-benar tidak enak. Bawaannya gelisah, enggak tenang dan emosian. Semua itu gara-gara "Kompasiana." Jadi bukan narkoba saja yang bisa membuat orang "sakau." (Saya sih)

Bagaimana tidak kelimpungan? Suatu pagi tiba-tiba saya tersentak saat membuka akun Kompasiana harus login dulu. Padahal saya tak pernah logout. Parahnya, saya tak bisa masuk begitu login. Tulisan yang muncul adalah 'Error. Telah terjadi kesalahan." Diklik apa saja tak bisa masuk. Selalu tulisan seperti itu yang muncul. Saya paniklah. Secara saya juga agak-agak gaptek. Enggak mengerti harus bagaimana lagi?

Hal pertama yang saya lakukan adalah menulis email kepada Kompasiana. Judulnya tanya-tanya. Dan adminnya baik sekali. Langsung menjawab dan memberi masukan serta solusi kepada saya. Saya pun mengikuti semua saran yang diberikan. Masalahnya, semua saran dan solusi yang diberikan tak membuahkan hasil. Bagaimana saya tak panik coba?

Saya kembali melayangkan email ke Kompasiana. Awalnya tanya-tanya sekarang jadi curhat. Dan lagi-lagi adminnya dengan baik hati membalas email saya yang isinya curhat. Memberi masukan dan solusi lagi. Tetapi hasilnya sama. Saya tetap tak bisa login dan tulisan yang muncul tetap sama "error'."

Sejak itu saya kelimpungan bukan main. Gelisah. Bagaimana kalau tak bisa mengakses Kompasiana lagi? Masa harus buat akun baru lagi. Rasanya pun tak akan bisa. Wong ng-klik "daftar" juga tak bisa. 

Saya goegling tentang segala problem dan cara mengenai pengalaman Kompasianer yang pernah memiliki pengalaman sama. Saya ikuti cara-cara mereka. Tetap saja tak bisa login. Bertanya langsung kepada teman yang juga Kompasianer, jawabannya malah mematik emosi. 

Saya lunglai memikirkan kemungkinan buruk tak bisa mengakses Kompasiana lagi. Satu Minggu itu berpikir keras bagaimana caranya mendapatkan kembali akun yang bermasalah. Tidur tak nyenyak. Kerap mimpi buruk. Lebay. Tidak. Ini kenyataan yang saya alami.

Sebegitunya sih? Mungkin itu yang terlintas dipikiran mereka yang tak tahu perasaan saya. "Sakau" kata-kata itu langsung muncul dipikiran saya. Iya, seperti inikah yang dirasakan oleh mereka yang sakau akibat narkoba. Dan saya jadi bisa mengerti kenapa mereka para pecandu itu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan barang yang dimaui. Lah, rasanya enggak sekali.

Hal ini yang saya rasakan saat kehilangan Kompasiana. Meski bukan penulis handal. Bukan seorang profesional dalam dunia kepenulisan. Tetapi kebiasaan "one day one post" yang saya jalani sebagai salah satu jebolan komunitas ODOP membuat saya terbiasa bangun tidur dan mau tidur itu menulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun