Mohon tunggu...
Deni Firman Nurhakim
Deni Firman Nurhakim Mohon Tunggu... Penulis - Santri dengan Tugas Tambahan sebagai Kepala KUA

Penghulu Kampung yang -semoga saja- Tidak Kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

HAB ke-66 KEMENAG RI: Katakan TIDAK untuk Korupsi!

2 Januari 2012   22:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:25 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13255438181779211290

[caption id="attachment_160754" align="alignnone" width="300" caption="Katakan TIDAK untuk Korupsi !"][/caption] Saat KPK merilis hasil survey tahunannya di akhir bulan Nopember 2011 lalu, saya tidak ngeh bahwa Kementerian Agama (Kemenag) -lembaga tempat saya mengabdi sejak 2005- keluar sebagai Jawara Korupsi untuk tahun 2011 ini. Saya mulai ngeh, setelah beberapa hari kemudian hangat diperbincangkan di banyak media cetak dan elektronik. Ini sebuah kejutan yang mengharuskan saya mengucapkan astaghfirullahal'adzim berkali-kali sebelum akhirnya menerima kenyataan tersebut sebagai sebuah fakta yang -saya percaya- bisa dipertanggungjawabkan oleh si pemangku survei di dunia dan akhirat. Malu, iya. Karena dalam bayangan saya, cap terkorup akan terus melekat erat pada diri lembaga yang mengurusi aneka ragam urusan agama ini (dan otomatis, juga terpatri di setiap warga Kemenag) untuk jangka waktu setidaknya 1 tahun kedepan. Itu pun kalau ada yang menggantikan posisi jawara bernada jempol terbalik tadi. Kalau kelak menjadi juara bertahan? Wah, tentu, akan lama lagi... Tapi, saya tetap merasa tenang dan tidak terganggu. Kalaupun merasa terganggu, levelnya ibarat cubitan saja (he he). Karena saya ber-husnudz dzon, virus korupsi ini hanya menjangkiti segelintir oknum warga Kemenag saja. Belum menjadi wabah endemik, apalagi epidemik. Karena nila setitik, rusak susu sebelangga, demikian kata pepatah. Yang banyak menyumbangkan poin dalam pentahbisan Kemenag sebagai jawara korupsi pun sudah bisa ditebak (tentu, berdasarkan rekam jejak dan tingkat "kebasahannya"). Apalagi kalau bukan masalah pelayanan haji dan pelayanan nikah di KUA. Berdasarkan hasil survey, kedua jenis pelayanan inilah yang melempangkan jalan bagi Kemenag untuk menjadi lembaga terburuk (hiks!). Terkorup: Sebuah Tamparan? Bagi kebanyakan orang, peringkat ini -mungkin- menjadi tamparan keras. Tapi tidak bagi orang-orang yang konsisten menjalankan motto Ikhlas Beramal. Bagi mereka ini, yang terpenting adalah bekerja dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Dinilai baik, ikhlas. Dan kalaupun dinilai buruk, mereka tetap ikhlas. Boleh jadi, karena keikhlasan mereka inilah -dengan seizin Allah, tentunya- Kemenag telah dan selalu terbentengi dari muslihat dalam ujian sejarah. Dan juga karena keikhlasan mereka inilah, warga Kemenag telah dan selalu terselamatkan dari laknat sejarah.Terbukti, Kemenag tetap eksis di usia yang genap 66 tahun ini. Tapi, harus diakui, kekhawatiran itu ada. Terlebih, bila melihat jumlah mereka yang konsisten tersebut sudah tidak banyak lagi. Dan kalau tidak diantisipasi, tidak mustahil akan terus menyusut dan akhirnya ... punah! Menyisakan warga Kemenag yang TIDAK Ikhlas Beramal. Entah, bagaimana nasib Kemenag di tangan-tangan yang menanggalkan motto Ikhlas Beramal dari baju kebesaran mereka?! What Next? Agar suasana mencekam di atas tidak terjadi, setidaknya ada dua langkah strategis yang bisa diambil. Pertama, pola rekrutmen pegawai Kemenag dan pembinaan mentalnya perlu mendapatkan perhatian prioritas. Langkah selanjutnya, tutup setiap potensi yang menjadi jalan bebas hambatan bagi korupsi melalui penyusunan kebijakan-kebijakan yang pro kemaslahatan. Karena -seperti pesan Bang Napi- kejahatan tidak akan terjadi karena hanya ada niat dari pelakunya, melainkan juga karena ada kesempatan. Nah, di langkah kedua itulah -setidaknya, dalam pengamatan saya- Kemenag memiliki banyak celah yang banyak melejitkan dorongan korupsi dan meledakkan potensi-potensi korupsi tadi menjadi peristiwa korupsi. Dalam masalah haji misalnya, peraturan dan penegakan hukum yang tegas bagi penjaja haji nonkuota (siapapun itu) belum menimbulkan efek jera. Terbukti, masalah jamaah nonkuota acapkali menjadi pemandangan tidak sedap di setiap tahunnya. Kemudian belum ditemukannya formula terbaik bagi sistem pendaftaran haji yang dapat memperpendek antrean tunggu keberangkatan ke tanah suci. Dalam masalah pelayanan nikah di KUA misalnya, mendesak untuk diatur secara tegas dan jelas biaya pencatatan nikah mulai dari hulu hingga hilirnya. Begitu pula, biaya pengurusan Akta Ikrar Wakaf. Tanpa kejelasan aturan tentang biaya, akan timbul aneka ragam "ijtihad" dari masing-masing KUA yang bisa dikategorikan pungli dan berbau korupsi. Ala kulli hal, semua itu perlu diawali dari diri kita terlebih dahulu. Dengan cara membenahi diri dan unit kerja masing-masig dengan niat bersih, semata-mata Ikhlas Beramal. Ya, sebagaimana motto yang melekat pada Kemenag sedari dulu. Dirgahayu KEMENAG RI yang ke-66 ! Semoga kian bermanfaat bagi sebanyak mungkin masyarakat. Amien. Wallahu a'lam bis showab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun