Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapita Selekta: Poskolonialisme dalam Cerpen "Pohon Mimpi" Karya Rahmadiyanti

24 Januari 2022   14:01 Diperbarui: 24 Januari 2022   14:09 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kapita Selekta: Poskolonialisme dalam Cerpen 'Pohon Mimpi' Karya Rahmadiyanti

            Karya sastra merupakan dokumen sejarah tertulis yang mengungkapkan kehidupan masyarakat, baik secara tersurat maupun tersirat. Sebagai suati karya, karya sastra adalah kumpulan dari berbagai macam disiplin ilmu yang terangkai dalam suatu alur cerita yang utuh. Untuk mengkajinya lebih dalam, diperlukan satu pendekatan dengan melihat aspek yang paling dominan di dalam suatu karya sastra. Karenannya, tak mengherankan apabila ada berbagai macam pendekatan dalam penelitian karya sastra. Salah satunya adalah poskolonial.

            Pada awal pemunculannya, poskolonial mencuatkan pemahaman model national dan black writing (Endraswara : 2003). Model national memusatkan perhatian pada hubungan antara negara dan bekas jajahannya. Sedangkan black writing, menekankan aspek etnisitas, yang lebih menitikberatkan pada aspek refleksi etnisitas ke dalam sastra. Paskolonial yaitu karya sastra yang lahir setelah masa kolonial berlangsung, dengan sendirinya tidak akan melupakan aspek-aspek kolonial, yaitu "pemjajah" dan "terjajah". Tentunya kedua istilah itu berlaku tidak hanya pada masa peperangan. Penjajahan yang terjadi pada masa kini, kemungkinan besar hanya mimikri dari masa lalu. Konstruksi "penjajah" dan "terjajah" selalu berkutat pada ihwal subordinasi, yang pada masa kini sering disebut sebagai "penindas" dan "tertindas".

            Ada banyak tokoh yang mengkaji tentang permasalahan poskolonial. Teoro-teori yang dihasilkannya pun sangat beragam, salah satunya adalah Edward Said dengan studinya tentang Orientalisme. Dalam Orientalisme, Said menyoroti tentang pengalaman orang-orang Palestina dengan imperialisme dan Zionisme, Israel (Cak Tarno Institute: 2006) Tanah dan hak-hak mereka direnggut. Mereka dikorbankan. Orang-orang Palestina melihat dirinya berbeda dalam pengalamannya dengan imperialisme. Yang terbentuk akhirnya ialah, Edward Said muncul dengan teori poskolonialnya tentang Representasi yang membagi antara The Occident (Barat) dan The Orient (Timur).

            Pada akhirnya, kehadiran poskolonial dalam penelitian sastra kita telah memperkaya studi sastra. Kajian sastra menjadi lebih lengkap dan tidak hanya bergerak pada hal-hal formal  dengan intrik saja. Aspek-aspek intrinsik, terutama nilai-nilai historis tampaknya tidak dapat diabaikan dalam pemahaman sastra. Dikarenakan betapa pentingnya kajian poskolonial dalam menambah pemahaman kita tentang sastra, penulis akan menganalisis cerpen yang berjudul "Pohon Mimpi" karya dari Rahmadiyanti, yang diambil dari majalah Annida No.4 Th.XII dengan teori poskolonial. Teori yang digunakan dalam kajian tersebut adalah teori poskolonial dari Edward Said.

             Cerpen "Pohon Mimpi" adalah cerpen yang mengambil latar belakang permasalahan antara bangsa Yahudi, Israel dengan Islam, Palestina. Cerpen ini sangat lekat dengan nilai-nilai yang dikaji dalam poskolonial, yaitu adanya unsur imperialisme dan Zionis yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Bangsa Israel yang menjadikan dirinya sebagai bangsa penjajah dan Palestina sebagai bangsa jajahannya, yang dalam penguasaannya tersebut terdapat muatan politik dan kekuasaan.

            Yizhtak, sang narator sekaligus tokoh sentral dalam cerpen ini memainkan peranannya sebagai pihak penjajah (Israel), yang kemudian menjadi pihak terjajah (pertentangan batin antara diri dan lingkungannya).

            Awal kebencian Yizhtak terhadap bangsa Palestina diawali dari dokrin yang ia terima sejak kecil dari keluarganya. Ia diajarkan untuk membenci Islam, dan membenci orang-orang Palestina. Tanpa alasan yang jelas, kebencian itu harus ia terima sebagai suatu keharusan. Hal ini berlaku bagi seluruh masyarakat Israel. Bahkan tindakan mengusir orang-orang Palestina dari tanah kelahirannya sudah menjadi falsafah hidup bagi mereka.

            Apa yang dilakukan Israel sebagi pihak penjajah adalah untuk merepresentasikan pihak jajahannya, Palestina, sesuai dengan kepentingannya. Suara masyarakat dan pemerintahan Palestina dibungkam secara paksa. Identitas bangsa Palestina sebagai negara penyebar teror(teroris) dengan hamasnya yang kemudian dimunculkan kepermukaan. Dengan kekuasaan dan pengaruh politik yang kuat, serta dukungan dari koloninya, Amerika, Israel menempatkan dirinya sebagai the occident(barat). dialah yang berhak merepresentasikan Palestina (the orient) sebagai pihak yang pantas untuk dibenci, dihakimi, bahkan dihabisi. Pembentukan citra negatif ini dilakukan secara kompak oleh seluruh elemen penting di Israel, dari mulai orang tua, para pengajar, dan penguasa. Secara turun temurun hal ini dilakukan sebagai sebuah dokrin yang harus ditaati dan diyakini. Seperti apa yang diungkapkan Yizhtak dalam narasinya.

           

"Dan sejak kecil aku diajari oleh keluarga ku untuk membenci islam, membenci oarng-orang palestina. "Di sana tidak ada yang disebut  Palestina, mereka tidak punya eksistensi." Kalimat Golda Meir itu selalu diulang-ulang oleh guru-guru di sekolah. Begitu juga pernyataan mantan Perdana Menteri Menahem Begin, "Warga Palestina itu hanya sekedar kecoak-kecoak yang harus dienyahkan," menjadi falsafah hidup kami untuk terus mengusir mereka, sampai tak satupun tersisa di tanah ini, tanah yang dijanjikan untuk bangsa kami." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun