Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Pesan Badar

21 Oktober 2021   17:50 Diperbarui: 21 Oktober 2021   17:58 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Aku bertelanjang dada dan bercelana abu-abu. Membakar sekolahnya sendiri dengan amarah. Lalu aku membanting ludah ke wajahnya dan kulempar pula batu ke punggungnya. Dan aku pun memeluk kenangan sekolah yang tak pernah mati dari masalah. Ya, aku masih ingin bersekolah.

-Badar-

Ini cerita mengenai anak bi Lasmi yang bernama Badar. Yang memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan bi Lasmi yang memegang teguh agama sedangkan Badar seorang anak yang tidak mengerti akan makna hidup. Dia hanya mengetahui hidup miskin adalah hidup yang menderita sehingga dia hanya bisa menyusahkan orang tuanya saja. 

Dengan kenakalannya itu maka berakibat fatal untuk masa depannya. Ini seperti cerita kakakku Arya Pratama. Mungkin perbedaannya, Badar dari titik nol hidup di garis kemiskinan sehingga menjadi latar belakang keluarga yang berpegang pada agama sedangkan kakakku dari keluarga kaya tetapi bobrok akhlak yang mengakibatkan psikologis kakak tidak stabil.

Begini cerita bi Lasmi. Banyak laporan ketika Badar melakukan ulah di sekolah. Seperti pada suatu saat yang mempermainkan gurunya.

Di sudut kelas yang kusam, Badar duduk dengan penuh perhatian. Karena dia ketakutan jika dia memainkan alat tulisnya atau meletakan selembar kertas kosong yang digumpalnya untuk dia lemparkan, maka buku hitam Badar yang akan menjadi korban. Ya, karena akan bertambah lagi catatan mengenai tingkah laku Badar yang melanggar. Sungguh ironis, ketika Badar ingin mencari kebebasan dalam mengecam pendidikan, seorang guru hanya bisa melarang, gerutu Badar dalam hati.

Namun, hanya dua penjelasan guru itu untuk dipahami oleh siswa-siswinya yang kemudian berhenti. Entahlah, di antara Badar dan guru apa yang menjadi perbedaan dalam sebuah pengetahuan. Badar berpakaian putih dan abu-abu sedangkan guru tercermin dalam kemeja berwarna-warni. Mengoyang-goyangkan kaki di atas meja. Melantunkan emosi untuk anak didiknya yang tak berarti.

"Badar, apa yang kamu dapatkan di sekolah dari mulai terbit matahari sampai senja tiba?" tanya seorang guru di kelas saat jam pelajaran berlangsung.

"Kepuasan. Puas akan permainan baru."

Hanya tawa dan uang jajan yang kudapatkan ketika aku sekolah, ucap Badar dalam hati.

"Dan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun