***
Ini malam pertama aku bekerja di kafe sebagai pelayan. Aku bekerja malam dari pukul tujuh sampai duabelas malam. Aku sebenarnya punya waktu untuk latihan basket bersama Vicky tetapi mungkin akan menjadi lebih baik kalau waktu kosong itu aku pergunakan untuk belajar. Karena tidak mungkin lagi kalau aku harus belajar di atas pukul duabelas malam kecuali kalau kepepet ada ujian di sekolah.
Sangat lelah, untuk malam yang tidak ada ujung. Di ruang yang sempit kurebahkan tubuh ini agar bisa mengalirkan darah dengan rata ke seluruh organ dan menyegarkan kembali untuk hari esok. Dalam kegelapan ini aku merenungkan kembali nasibku. Ternyata aku bisa membawa diriku dengan keadaan yang mandiri. Aku rindu kedua orangtuaku. Tetapi telah aku tanamkan kekuatan asaku untuk menjadi orang sukses dan menimbun rasa rindu ini. Â Â
Tepat pukul enam pagi aku terbangun. Tergesa-gesa untuk tidak melakukan kesalahan agar aku tidak terlambat di sekolah. Meskipun aku anak indekos tetapi aku tetap memakai peraturan rumah untuk kegiatanku sehari-hari. Ibu yang telah mengajarkanku, bahwa setiap pagi sebelum berangkat sekolah harus sarapan dulu, mengecek barang-barang yang menjadi keperluan dalam belajar di sekolah, sampai melangkahkan kaki kanan ke luar rumah. Dengan maksud keselamatan untuk hari ini.
"Eh Sa, mau ikut naik motor denganku?" Vicky memberhentikan motornya di depanku saat aku menunggu bus.
"Tumben kamu bawa motor?"
"Iya, aku yang meminta pada orang tuaku dengan alasan kalau naik bus berdesak-desakan dan kalau menunggu bus yang kosong membutuhkan waktu yang lama, bisa-bisa terlambat sampai sekolah hehe."
"Dasar kamu! Tidak apa-apa nih? Kamu tidak minta ongkos kan?"
"Apaan sih!!! Aku akan membantumu semasa aku masih bisa."
"Thanks."
Ternyata hidup di Jakarta masih ada orang baik seperti Vicky. Aku pernah diajak ke rumahnya dan orang tuanya pun sangat baik terhadapku. Meski kata orang, bahwa orang Batak itu keras tetapi tetap saja dalam hatinya memiliki kelembutan dan kasih sayang.Â