"Kamu tidak punya saudara di Jakarta?"
"Punya sih, tapi tidak tahu di mana rumahnya, kalau tidak salah di Cililitan tetapi kan tidak mungkin aku mencari saudaraku di daerah yang seluas itu bagai mencari jarum dalam jerami."
Di saat aku dan Vicky berada dalam keseriusan bercerita, tiba-tiba Pak Naryo masuk ke kelasku. Dengan bahasa Inggrisnya menyapa kami semua. Meskipun sudah tua tetapi masih fasih berbicara menggunakan bahasa Inggris. Ya, memang selayaknya beliau kan guru Bahasa Inggris. Bahkan beliau pernah bercerita bahwa beliau sering mengikuti seminar dengan para bule menggunakan bahasa Inggris. Beliau sangat aktif saat menjadi mahasiswa.
Seminggu tiga kali aku bertemu dengan Pak Naryo. Maksudnya aku belajar di kelas dengan Pak Naryo dalam mata pelajaran Bahasa Inggris pada hari Senin, Selasa, dan hari Kamis. Semua siswa sebenarnya merasakan kesenangan jika belajar bahasa Inggris dengan metode yang digunakan Pak Naryo. Pak Naryo bisa mengajar dengan santai dan penuh tawa tanpa kebekuan dalam kelas. Dengan rambut putihnya dan berkacamata lumayan tebal, aku dan teman-temanku sangat menghormati Pak Naryo. Bahkan guru-guru yang lebih muda dari beliau sangat membutuhkan bimbingan cara mengajar dengan baik, serius tanpa kaku.
Bel istirahat telah berbunyi, aku dan Vicky langsung menuju kantin.
"Sa, pulang sekolah nanti kita latihan basket dulu."
"Tidak bisa Vick!"
"Sa, kamu belum dapat pekerjaan?"
"Sudah. Aku bekerja di kafe. Lumayan buat biaya sehari-hari."
"Kamu bisa membagi waktu?"
"Sudah risiko. Tetapi aku akan tetap belajar agar beasiswaku tidak dicabut."