Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teacher Vs Me (Eps. 1): Good Morning My School

23 September 2021   09:25 Diperbarui: 23 September 2021   09:32 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Good Morning My School

Burung-burung bersenandung ingin membawaku lepas dari sangkarku sekarang. Namun mereka tak berdaya. Tidak ada ruang lagi di hamparan langit luas untuk mengepakkan sayapku. Aku lalu berjemur dengan alunan mesin dari mobil-mobil mewah yang melintasi jalan depan rumahku. Ah, bayanganku menerawang di ujung kesempatanku untuk bisa melamun. Karena aku memiliki waktu yang tidak banyak untuk bisa mengabdikan diri atas keeksistensianku merenungkan nasib.

Aku hanya anak indekos yang mengadukan nasibnya di Jakarta, kota yang mempunyai julukan 'Indonesia kecil' yang paling banyak dituju oleh orang-orang sepertiku. Meski aku masih anak SMA tetapi aku ingin mewujudkan cita-citaku dini hari di kota ini. Aku tidak ingin menyusahkan kedua orang tuaku lagi. Sudah selayaknya aku yang sudah memiliki jiwa mandiri. Oh ya! Perkenalkan namaku Pasha Saputra, sekarang aku berusia 15 tahun dan sedang mengenyam pendidikan di SMA TYRTA dan menduduki kelas satu, lebih tepatnya kelas 1D. Ini berarti aku masih bisa dikatakan orang yang baru mengenal dunia SMA.

Sudut lekukan kolong jembatan yang bising karena kendaraan bermotor membuat teriakan para kondektur angkutan umum itu tak mampu menghentakan telingaku. Aku pun menaiki salah satu bus jurusan Cempaka Putih di mana sekolahku berada. Aku naik dari terminal Senen yang konon katanya merupakan salah satu terminal yang paling rawan di Jakarta. Banyak kejadian kriminalitas yang mengakibatkan orang-orang agak enggan dan sangat berhati-hati jika berada di terminal ini. Tetapi pikirku, mungkin di semua tempat kita harus waspada dan berhati-hati agar hidup kita aman.

Berdesak-desakan di dalam bus membuatku awal atau pertama untuk menguji kekuatanku akan kehidupan di kota ini. Hal ini harus menjadi biasa. Meskipun baru dua minggu di sini, aku pun telah terbiasa. Pergi dari rumah yang berbekal harapan telah menjadi satu keputusan terberat dan terbaik untukku. Biarkan aku menjadi diriku sendiri.  

"Sa, kamu naik bus ini juga?" tanya seorang teman sekolah yang mengejutkanku.

"Eh, kamu Vick? Iya, aku setiap hari memang naik bus ini. Rumahku di daerah Mangga Dua."

"Ya, kalau begitu sih kita berdekatan, rumahku juga di Mangga Dua." Lanjut Victor yang akrab disapa Vicky.

Aku dan Vicky bercerita panjang sehingga tidak terasa sudah sampai di depan sekolah. Aku pun bergegas turun ketika kondektur bus berteriak 'sekolahan, sekolahan,...' tanpa harus aku menekan bel untuk bisa segera turun biar tidak terbawa jauh oleh sopir busnya. Dari hasil perbincangan antara aku dengan Vicky di bus tadi ternyata aku mengetahui bahwa Vicky yang memiliki nama lengkap Victor Silitonga adalah anak gedongan alias orang kaya. Aku belum mengenal jauh tentang Vicky tetapi dari ceritanya aku sedikit mengetahuinya.

Aku dan Vicky teman satu kelas. Setelah melalui proses OSPEK alias pengenalan siswa baru terhadap sekolah, guru-gurunya, dan senior-seniornya sampai pada organisasi ekstrakurikuler yang ada di sekolahku, akhirnya minggu ini akan memulai proses belajar mengajar. Aku dan Vicky memilih untuk satu bangku biar tambah akrab, katanya. Karena dengan latar belakang lokasi rumah yang sama, maka aku dan Vicky diuntungkan bisa saling membantu, bermain bersama, dan belajar bersama.

"Biaya kamu untuk sekolah di sini dari mana? Sedangkan kamu sendiri meninggalkan rumah orang tuamu?" tanya Vicky di sela-sela waktu kosong di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun