Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kajian Cerita Anak: Kesastraan, Kesetiaan, dan Sol Sepatu

16 September 2021   10:48 Diperbarui: 17 September 2021   04:56 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku cerita anak. Sumber: VIVIANE MONCONDUIT via Pixabay.com

Seperti pengarang lainnya, Bambang Joko Susilo kemungkinan memiliki latar belakang dalam bercerita, mengapa cerita tersebut mengangkat tema orang miskin atau bahkan tukang sol sepatu? Jika menilik lagi pada kehidupan sekarang ini, di Indonesia memiliki rakyat lebih dari 50 persen berada dalam garis kemiskinan. 

Bambang Joko Susilo ingin memberikan gambaran bangsanya untuk manusia yang dianggap masa depan bangsa yaitu anak-anak tetapi dengan cerita yang menarik. 

Oleh sebab itu, akan lebih baiknya jika kita memperkenalkan keadaan yang dekat dengan kita dengan cara seperti itu, sastra sebagai alatnya, agar anak-anak bisa memahami kehidupan sejak dini.

Apalagi dalam cerita Dokter Sepatu Rusak karangan Bambang Joko Susilo menceritakan tentang tukang sol sepatu yang sudah menjalaninya selama empat puluh tahun. 

Dalam perjalanan selama itu tetapi tidak memiliki apa-apa atau tidak menghasilkan apa-apa, tetapi tetap yang menjadi tokoh si Bogel mengusungkan kesetiaan untuk pekerjaannya tersebut. 

Jika kita terapkan dalam kehidupan yang nyata, dalam bidang politik, pekerjaan para pejabat yang hanya baru sebentar saja bekerja tetapi sudah menghasilkan kekayaan melimpah. 

Namun sebaliknya, ketika kita melihat pekerja seperti guru, atau orang-orang bawahan yang sudah bekerja berpuluh-puluh tahun yang banyak jasanya tetapi tidak menghasilkan apa-apa. 

Bambang Joko Susilo sepertinya menginginkan pekerja-pekerja yang sudah mengabdi berpuluh-puluh tahun bisa dihargai oleh orang-orang di sekitarnya, bukan sekadar penghinaan dan penindasan.

Pada dasarnya, media massa dan media elektronik sudah banyak menampilkan kehidupan yang glamor mengikuti kebudayaan popular sehingga yang menjadi konsumen pun merasakan keadaan yang telah membohonginya. 

Artinya, penonton atau pembaca mengikuti arus yang sebenarnya berada jauh dalam kehidupannya meskipun pembaca harus mencermati dan menyaring kembali untuk memberikan yang terbaik untuk anak. 

Seperti cerita dalam sinetron atau film-film Indonesia lainnya yang sering memunculkan kehidupan orang-orang kaya, gemerlapan, atau menampilkan karakteristik yang buruk. Dengan demikian, Bambang Joko Susilo menginginkan perlawanan terhadap tema-tema seperti itu, melawan arus yang sudah menjadi tren saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun