Mohon tunggu...
Demson Natanael Sihaloho
Demson Natanael Sihaloho Mohon Tunggu... Buruh - To find equilibrium

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Guru" yang Bukan Guru

25 November 2021   15:25 Diperbarui: 25 November 2021   15:48 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tidak terbantahkan lagi. Guru itu Pahlawan. Pahlawan bagi kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Namun sebenarnya siapa itu Guru? atau Siapa yang berhak dipanggil Guru?. Jika pertanyaan ini di lempar ke publik, saya yakin pasti ada ribuan bahkan jutaan jawaban yang berbeda-beda. 

Kenapa bisa? Pasti karena setiap orang punya kenangan dan pengalaman yang berbeda-beda dengan arti Guru didalam hidupnya. Jadi ketika dilontarkan pertanyaan soal Guru, pasti otak akan memutar mundur ke masa-masa lampau untuk mendefenisikan sosok Guru tersebut.

Bagi saya, Guru itu maknanya sangat luas, bahkan seluas langit. Guru itu bukan hanya profesi yang mendapat upah. Bukan hanya berseragam coklat. baca: PNS. Bukan hanya mereka yang mendapatkan akta IV  atau sarjana . Bukan hanya soal belajar mengajar di kelas. Bukan hanya pelajaran formal. Dan masih banyak bukan hanya lainnya. Kalau dijabarkan lagi, ini bisa jadi buku pertama saya.

Bagi saya orang tua juga merupakan "Guru", para volunteer disektor pendidikan informal dan non formal juga merupakan "Guru", atasan di tempat kerja juga merupakan "Guru", Rohaniawan juga merupakan "Guru". Kalau dijabarkan lagi, ini bisa jadi buku kedua saya.

Terkait dengan Hari Guru, Saya kok merasa kurang setuju ya dengan kalimat Hari Guru Nasional.  Karena Hari Guru Nasional itu sebenarnya adalah untuk memperingati hari lahirnya organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sehingga maknanya menjadi sempit, yang berarti hanya Guru formal saja atau Guru yang mengajar di sekolah resmi saja. 

Maka menurut saya sebaiknya diganti saja menjadi Hari Guru Formal Nasional atau Hari PGRI saja. Karena kalau memakai  kalimat Hari Guru Nasional, maka para volunteer yang mengajar sebagai "Guru" di tempat yang bukan sekolah resmi apakah juga sama ikut merayakan bersama PGRI? Pasti tidak.

Sebagai contoh misalnya pendidikan sektor non formal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM di Indonesia jumlahnya pasti sangat banyak dan biasanya yang menjadi tenaga pengajar di PKBM ini adalah volunteer. 

Para volunteer ini menjelma menjadi "Guru" bagi para Murid yang belajar di PKBM.  Namanya Volunteer ya tidak terima upah sepeser pun. Para Volunteer ini bisa mengajar dibidang pelajaran yang sama seperti di sekolah formal, seperti matematika, bahasa, pengetahuan sosial/alam, kewarganegaraan, sejarah dsb. 

Demikian juga yang sering kita dengar dilingkungan rumah yakni Guru ngaji, yang belum tentu berpendidikan Sarjana namun kenyang pengalaman dan kita biasa memanggilnya "Guru".

Bagi saya defenisi Guru itu adalah orang yang memberi kita ilmu yang bermanfaat, tanpa melihat status ekonomi, pendidikan dan sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun