Mohon tunggu...
Demson Natanael Sihaloho
Demson Natanael Sihaloho Mohon Tunggu... Buruh - To find equilibrium

.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Beberapa Contoh Modus Pencucian Uang yang Harus Diwaspadai Fintech P2P Lending

12 Februari 2021   01:27 Diperbarui: 12 Februari 2021   02:05 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pencucian Uang, Sumber: Liputan6.com

Perusahaan yang bergerak di Industri Keuangan Non Bank tentu sudah terbiasa menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme atau APU dan PPT dalam kegiatan bisnis dan usahanya. Namun tidak demikian bagi Fintech Peer to Peer Lending (Fintech P2P Lending) atau Pinjaman Online (Pinjol). Karena industri Fintech P2P Lending keberadaannya masih tergolong baru dalam Industri Jasa Keuangan Non Bank di Indonesia. Namun diakhir Januari 2021 kemarin, OJK memberikan "kado regulasi" bagi industri Fintech P2P Lending, yakni Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6 /SEOJK.05/2021 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending).

Semakin berkembang pesatnya industri fintech p2p lending di Indonesia, maka semakin besar pula ancaman yang akan dihadapi. Dilansir dari SEOJK tersebut, berikut ini beberapa contoh modus transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) terkait pencucian uang yang harus diwaspadai oleh Fintech P2P Lending:

  • Pengguna Jasa diduga bertindak atas nama pihak ketiga, tetapi tidak memberitahu Penyelenggara Fintech P2P Lending.
  • Penyelenggara Fintech P2P Lending menyadari bahwa Pengguna Jasa adalah pelaku yang diduga melakukan tindak pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme serta pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
  • Penyelenggara Fintech P2P Lending mendapatkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya (PPATK, lembaga pengatur dan pengawas termasuk Otoritas Jasa Keuangan, aparat penegak hukum, media massa, atau sumber lainnya) bahwa Pengguna Jasa diduga terlibat dalam aktivitas illegal dan/ atau memiliki latar belakang tindak kriminal.
  • Pengguna Jasa mengubah atau membatalkan transaksi setelah Penyelenggara Fintech P2P Lending meminta dokumen identitas Pengguna Jasa.
  • Registrasi sebagai Pengguna atas nama badan usaha, yayasan, organisasi, dan atau individu yang terlibat, diduga terlibat atau terkait dengan kegiatan terorisme.
  • Transaksi Pengguna Jasa yang terkait dengan usaha menggunakan rekening perorangan.
  • Pengguna Jasa/pengurus atau pemilik Pengguna Jasa (Lender Institusi) diduga menggunakan dana hasil tindak pidana. Contoh: dapat digunakan oleh Pemberi Pinjaman untuk menyalurkan dana ke Penerima Pinjaman atau Penerima Pinjaman saat membayar pinjaman ke Pemberi Pinjaman melalui Penyelenggara Fintech P2P Lending.
  • Pengurus atau pemilik Pengguna Jasa (Lender Institusi) diduga melakukan suatu tindak pidana.
  • Transaksi melibatkan perusahaan fiktif atau paper company. Contoh: Dapat terjadi apabila Penyelenggara Fintech P2P Lending memiliki produk Invoice Financing atau Pemberi Pinjaman yang bersifat institusi yang menggunakan paper company.
  • Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK karena Pengguna Jasa telah ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa dalam kasus tindak pidana. Contoh: Pemberi Pinjaman telah ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa.
  • Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK karena keterkaitannya dengan transaksi lain yang sedang dalam proses analisis maupun pemeriksaan oleh PPATK.
  • Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK atas dasar penyelidikan atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh apparat penegak hukum.
  • Pengguna Jasa/calon Pengguna Jasa memberikan informasi yang tidak benar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan identitas, sumber penghasilan atau usahanya. Contoh: Penerima Pinjaman yang tidak memberikan informasi dengan benar seperti penghasilan, alamat kantor, usaha dan sebagainya.
  • Pengguna Jasa/calon Pengguna Jasa menggunakan dokumen identitas yang diragukan kebenarannya atau diduga palsu seperti tanda tangan yang berbeda atau foto yang tidak sama. Contoh: Penerima Pinjaman atau Pemberi Pinjaman yang tidak memberikan informasi dengan benar.
  • Pengguna Jasa/calon Pengguna Jasa enggan atau menolak untuk memberikan informasi/dokumen yang diminta oleh petugas Fintech P2P Lending tanpa alasan yang jelas.
  • Pengguna Jasa tidak bersedia memberikan informasi yang benar atau segera memutuskan hubungan usaha/menutup rekening pada saat petugas Fintech P2P Lending meminta informasi atas transaksi yang dilakukannya.
  • Pengguna Jasa enggan memberikan informasi sumber dana dan tujuan transaksi secara lengkap kepada Penyelenggara Fintech P2P Lending.
  • Pengguna Jasa menggunakan nama yang berbeda (ejaan yang berbeda) dari satu transaksi ke transaksi yang lain.
  • Transaksi melibatkan perusahaan fiktif dengan indikasi menggunakan dokumen palsu.
  • Pengguna Jasa berupaya untuk meyakinkan pegawai Fintech P2P Lending untuk tidak melengkapi dokumentasi apapun yang diperlukan untuk melakukan transaksi.
  • Ditemukan ketidak-konsistenan identifikasi atau verifikasi yang tidak dapat dijelaskan (misalnya perbedaan negara tempat tinggal terdahulu, perbedaan negara yang mengeluarkan paspor terdahulu, perbedaan negara yang pernah dikunjungi sesuai dengan paspor, atau perbedaan dokumen-dokumen yang terkait dengan nama, alamat, dan tanggal lahir).
  • Pengguna Jasa memberikan informasi yang diragukan atau tidak jelas.
  • Pengguna Jasa menolak untuk memberikan dokumen identitas pribadi.
  • Semua identitas yang disajikan tidak dapat diperiksa kebenarannya karena alasan tertentu.
  • Pengguna Jasa menyajikan dokumen identitas yang berbeda setiap kali transaksi dilakukan.
  • Pengguna Jasa menggunakan alamat PO BOX dan berasal dari negara yang berisiko tinggi.

    Semoga Bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun