Mohon tunggu...
DEM Semarang
DEM Semarang Mohon Tunggu... Lainnya - Dewan Energi Mahasiswa Semarang

Merupakan organisasi mahasiswa yang fokus bergerak pada kedaulatan energi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dari Realitas, Tidak Ada Kamus bagi Indonesia untuk Kekurangan Energi

30 Mei 2020   13:20 Diperbarui: 30 Mei 2020   13:09 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Salim (Staff Research and Development DEM Semarang)

Gemah ripah loh jinawi – merupakan semboyan bangsa Indonesia dalam menggambarkan betapa kaya raya dan suburnya alam bangsa ini. Indonesia memiliki kekayaan alam hayati, yang tersebar mulai dari semenanjung daratan Indomalaya hingga Australia. Indonesia memiliki 10% spesies tanaman dari seluruh spesies tanaman di dunia, memiliki 12% spesies mamalia, 16% spesies reptilia dan amfibi, dan 17% spesies burung. Selain sebagai pusat keanekaragaman hayati, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan tingkat endemisme tertinggi di dunia. Dari sisi klimatologi, Indonesia memiliki 2 musim yakni musim kemarau dan musim penghujan, yang artinya di negeri ini matahari bersinar sepanjang tahun, 7 hari dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun. Dengan realitas seperti itu, apakah bangsa ini masih bisa mengalami kekurangan energi?

Energi menjadi bagian penting di dalam kehidupan manusia sejak dahulu. Namun, pandangan, dan pemahaman manusia terhadap energi sangat terbatas. Kita selalu berpikir bahwa untuk mendapatkan energi selalu dengan cara menggali, menghancurkan, dan juga merusak alam. Hal itu terkesan sebagai perburuan energi. Kita memburu energi (energy-hunting), bukan membudidayakan energi (energy-farming). Kita keliru mengenai energi, selama ini manusia menggali, meledakkan, menghancurkan demi memperoleh energi, orientasi kita selama ini dalam memperoleh energi adalah pertukaran semata yang artinya manusia merusak alam dan manusia memperoleh energi.

Padahal ada cara lain untuk memperoleh energi, yakni membudidayakan energi (energy-farming). Membudidayakan energi (energy-farming) berarti berpikir tentang sebuah alat yang mengumpulkan dan menyimpan energi matahari, tidak menghasilkan polusi, tidak ada biaya untuk membangun, dan dapat memperbaharui dirinya sendiri (self sustainable) sepanjang hidupnya (Marek Walisiewicz, 2003). Dengan kata lain, membudidayakan energi berarti berpikir tentang tumbuhan hijau, berpikir tentang energi hijau (green energy). Bagaimana itu terjadi? Tumbuhan mengambil bahan mentah berupa air dari tanah dan karbondioksida dari atmosfer, lalu mengubahnya menjadi oksigen dan gula menggunakan energi sinar matahari untuk memberi tenaga pada proses tersebut. Daun, batang, dan akarnya akan menyimpan energi kimia dengan daya guna. Energi tersebut dilepas ketika tanaman dibakar, mati, membusuk, atau dimakan oleh hewan (Rama Prihandana, 2007).

Dari sejarah diketahui, bahwa manusia telah menggunakan kayu dan material turunan biologis lainnya, biasa disebut biomassa, sebagai bahan bakar selama ribuan tahun lalu. Untuk memanfaatkan energi biomassa atau energi bio, ada tig acara yang amat popular. Pertama, pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas. Pemanfaatan panas biomassa dikenal sejak dulu, seperti pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkit listrik atau proses manufaktur. Dalam system pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatkan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator.

Kedua, pemanfaatan gas biomassa. Pemanfaatan gas biomassa skala kecil adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasi yang langsung dibakar untuk dimanfaatkan panasnya. Teknologi yang banyak dikenal adalah digester biogas. Pada skala yang jauh lebih maju serta berskala besar dan massal, pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui system gasifikasi menggunakan temperature tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hydrogen, CO, dan metana). Ketiga, konversi menjadi bahan bakar cair. Dua bahan bakar bio yang paling umum dari hasil proses ini adalah bioethanol dan biodiesel. Saat ini keduanya menjadi idola pada sektor energi.

Sebenarnya masih banyak lagi cara memperoleh energi hijau di bumi nusantara ini. Indonesia amat kaya dengan energi hijau, kita memiliki setidaknya 62 jenis tanaman bahan baku biofuel, energi terbarukan. Energi renewable yang tidak akan pernah habis selama tersedia air dan matahari masih memancarkan sinarnya, serta sepanjang kita mau menanam, membudidayakan, dan menernakkan. Wujudkan demkratisasi energi agar tercapai Indonesia Mandiri Energi.

Referensi:
Prihandana, Rama dan Roy Hendroko. 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hamdi, Alhilal. Strategi Energi Hijau, 30 November 2005.
Marek Walisiewicz. Energi Alternatif: Panduan ke Masa Depan Teknologi Energi, Terjemahan oleh Dwi Satya Palupi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun