Mohon tunggu...
Demanda Bima
Demanda Bima Mohon Tunggu... Seniman - rwa bhineda

rwa bhineda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Ngajeni" Media Belajar Sosial Suku Jawa Membangun Toleransi di Era Globalisasi

12 Mei 2018   16:56 Diperbarui: 12 Mei 2018   17:06 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi orang Jawa harus bisa menghormati orang lain atau istilah Jawa "ngajeni wong liyo", artinya keberadaan orang lain bagi orang Jawa itu menjadi penting dan keberadaanya harus dihormati agar hidupnya bisa selaras dan diterima oleh masyarakat sekitar. Sikap hidup orang Jawa seperti sikap sopan, menghormati orang tua dan menghormati orang lebih tua (Suseno, 1996).                                                                                                                                             

 Kenyataanya orang Jawa modern sudah jarang memakai bahasa "krama" dengan orang tua nya & orang yang lebih tua. Anak kecil diajari bahasa Indonesia dengan orangtuanya, jadi sejak kecil dia tidak akan pernah tahu yang namanya tatakrama berbahasa dengan orang yang lebih tua bahkan orang tuanya.

Apa lagi masyarakat yang hidup di daerah perkotaan mayoritas mereka ber kominikasi menggunakan bahasa Indonesia sedangkan di daerah di perdesaan masih banyak yang menggunakan bahasa "krama" wala upun sebagian juga telah terpengaruh budaya di daerah perkotaan (Hidayat, 2016).

Pemuda yang kurang menghargai antar sesama manusia, sikap menghormati, sopan santun kepada orang yang lebih tua dan empati kepada yang menderita dinilai telah menipis. Contohnya yang mudah dilihat adalah membiarkan orang tua, perempuan hamil atau ibu yang sedang menggendong anaknya berdiri, sementara anak muda zaman sekarang memilih tetap duduk di kursi dalam angkutan umum dan acuh terhadap hal itu (Maula, 2012). 

Selain itu teknologi yang semakin pesat ini tak pelak mengakibatkan hilangnya ruang privasi remaja dan kesadaran interaksi secara langsung dengan orang lain. Mereka senang mengekspos kepribadiannya di media sosial, mencoba untuk menunjukkan jati dirinya, dan mudah terbawa arus trend teknologi yang berkembang kian capat.                                                                                   

Hal ini cukup memprihatinkan, remaja terlalu disibukkan dengan dunia maya. Alhasil mereka menjadi pribadi yang apatis terhadap lingkungan.  Kurang empati, bahkan bukan tidak mungkin berujung pada tindakan-tindakan yang amoral (Syuhada Hizbulla, 2018). Mengingat kejadian yang terjadi di Indonesia khususnya remaja, pada tahun 2017-2018, miris dan prihatin ketika membaca berita sebanyak 15 orang siswa SD yang hendak tawuran di Purwakarta diamankan polisi.

Pada saat diamankan oleh polisi, mereka membawa senjata tajam seperti golok, clurit, dan pisau Menurut saksi mata, masalah tersebut diduga dipicu oleh kesalahpamahan diantara mereka, dimana ada salah seorang siswa yang lewat tanpa permisi, akibatnya ada cek-cok kecil. (Pikiran Rakyat, 20/04/2018).  Selain di Purwakarta, kasus tawuran pelajar SD juga pernah terjadi di Makassar Sulawesi Selatan akibat "Cinta Segi Tiga" pelajar SD antara dua SD. (Kompas, 08/12/2017).

Pada era globalisasi ini semakin banyak remaja yang tidak mengetahui tentang "tatakrama", karena sedari kecil diajari bahasa Indonesia dengan orangtuanya, jadi sejak kecil dia tidak akan pernah tahu yang namanya "tatakrama" berbahasa dengan orang yang lebih tua bahkan orang tuanya, apa lagi masyarakat yang hidup di daerah perkotaan mayoritas mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia sedangkan di daerah di perdesaan masih banyak yang menggunakan bahasa "krama" walaupun sebagian juga telah terpengaruh budaya di daerah perkotaan (Hidayat, 2016).

Sehingga gagasan ini memiliki tujuan supaya masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa itu tidak kehilangan identitasnya, dan menerapkan "ngajeni" dalam berbagai bidang kehidupan mengingat semboyan bangsa Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang erat kaitanya dengan toleransi, maka perlunya diadakan belajar sosial dengan menerapkan teori Bandura (1965a, 1965b, 1971, 1977).

Dengan pemberian motivasi, penguatan, retensi dan atensi dengan contoh kecil yaitu selalu mengucapkan terimakasih bilamana ditolong orang lain, tidak memainkan gadget saat berbicara dengan orang lain, yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan diharapkan mampu diterapkan pada masyarakat luas mengingat pulau Jawa memiliki masyarakat yang multientis.

Daftar Rujukan: 

Bandura, A., & Mischel, W. (1965). Modification of self-imposed delay of reward through exposure to live and symbolic models. Journal of Personality and Social Psychology, 2, 698-705.

Bandura, A. (1971). Social learning theory. New York: General Learning Press.

Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Hendra Cipto 8 Agustus,2017 Tawuran Murid SD di Makassar karena Cinta Segitiga. Diunduh dari https://regional.kompas.com/read/2017/12/08/15280841/tawuran-murid-sd-di-makassar-karena-cinta-segitiga (diakses pada 10 Mei 2018)

Hidayat, A. (2016). Lunturnya budaya jawa di era globalisasi. Imadiklus. Diunduh dari http://imadiklus.com/lunturnya-budaya-jawa-di-era- globalisasi/ (diakses pada 10 Mei 2018)

Idris Apandi.(2018). Ketika Pelajar SD Sudah Mengenal Tawuran. Diunduh dari  https://www.kompasiana.com/idrisapandi/5adc3ac4ab12ae7f4c25cfc2/ketika-pelajar-sd-sudah-mengenal-tawuran (diakses pada 10 Mei 2018)

Maula, F. (2012). "Sopan Santun" sebuah budaya yang terlupakan. Informasi Pendidikan Nasional. Diunduh dari http://www.infodiknas.com/%E2%80%9Csopan- santun%E2%80%9D-sebuah-budaya-yang-terlupakan.html  (diakses pada 10 Mei 2018)

Mochammad Iqbal Maulud 22 April, 2018 Pelajar SD Bawa Senjata Tajam untuk Tawuran Harus Diisolasi. Diunduh dari http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2018/04/22/pelajar-sd-bawa-senjata-tajam-untuk-tawuran-harus-diisolasi-42 (diakses pada 10 Mei 2018)

Suseno, F. M. (1996). Etika jawa. Jakarta: Gramedia

Syuhada Hizbullah. (2018) Dekadensi Moral Kaum Milenial. Diunduh  dari https://www.kompasiana.com/syuhadahizbullah0810/5ae8c8dbab12ae1f23431b32/dekadensi-moral-kaum-milenial (diakses pada 10 Mei 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun