Mohon tunggu...
Demadi
Demadi Mohon Tunggu... -

Habis tangis, kering tawa. Jejak perjalanan. Serpihan-serpihan. Dihidangkan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perempuan-perempuan yang Meledak dan yang Ditangkap

21 Mei 2018   08:22 Diperbarui: 21 Mei 2018   09:45 2175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore  yang lembab di bulan Mei. Sudah beberapa hari hujan tak membasahi sebuah  meja, di sebuah warung, di pinggir sebuah empang.  Air keabuan,  gelembung-gelembung kecil sesekali memecah di permukaan. Udara beraroma campuran antara lumpur, daun kering terendam dan sisa deterjen  basi.

Aku menghirup segelas kopi panas yang baru saja diletakkan, ketika Agus mengangkat telepon genggamnya untuk menunjukan sebuah gambar. Di layar sosok-sosok perempuan berpakaian tertutup, seperti pakaian yang biasa dikenakan di Timur Tengah. Dengan mata-mata saja yang nampak, bagaikan sekelompok ninja, yang berjalan tergesa-gesa. Di antara barisan sepeda motor yang dijajarkan.

 "Huanjee ..!". Begitu kiranya ekpresi kerumunan ketika video singkat itu mencapai titik nadirnya. Perempuan-perempuan tadi telah berubah sekejap menjadi asap.  Orang-orang berlarian karena asap-asap itu. Ada kengerian, ketakutan, kesedihan, keheranan, empati -- dan tentunya, tanda tanya yang bercampuraduk di alam pikiran.

Alam pikiran yang telah beberapa hari tercekat, mengkerut, sebelum sore di tepi empang itu. Telah sekian waktu tak ada perbincangan mengenai harga beras yang merayap, rupiah merosot, hutang meninggi, buruh-buruh impor dan beberapa persoalan negeri lainnya. Bahkan orang-orang telah melupakan berita gempar tentang dilecehkannya seorang perempuan dan anaknya yang sedang berlari pagi, di sekitar bundaran HI.

Karena kejadian “dar-der-dor-bum-bum”, akhir-akhir  ini, telah menyedak di kepala. Dengan sekilas rasa syukur bahwa kepala sendiri rupanya masih utuh sebagaimana adanya. Dan dengan keselamatan itu setidak-tidaknya, seseorang dapat berada pada posisi untuk memberi empati kepada korban yang berjatuhan.

Setelah teriakan di warung  kopi itu, lalu mereka mulai berbincang mengenai detil-detil horor yang baru saja disaksikan. Sesuai pengetahuan maupun background  masing-masing. Ada yang takjub tentang generasi baru terorisme, yang tak dikenal sebelumnya. Ada yang tak percaya dengan kenyataan pahit itu. Dikatakannya “Bangsa kita bangsa welas asih”. Jadi perempuan-perempuan yang meledak itu, tentulah meledak karena suatu tombol yang berada sekian puluh meter dari ground zero.

Ada yang menyangkal, “Ya, bangsa kita welas asih. Namun mereka kerasukan ideologi yang tak welas asih”. “Perempuan jadi tak welas asih”. “Bahkan pada anak sendiri? “. “Ada tekniknya.”. Dan seterusnya.

Andai saja seorang petugas BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) duduk juga di warung itu, tentulah dapat memberi pencerahan pada Agus dan kawan-kawannya. Pertama tentang bagaimana seharusnya kita tidak terlalu spontan mengunduh dan menyebarkan teror-teror. Yang menandai bahwa kejadian teror itu ternyata beredar secara masif dan mandiri untuk melipatgandakan ketakutan. Viral. Yang boleh jadi merupakan (salah satu) harapan dari sang teroris.

Kedua, tentang kebijaksanaan lama yang mengatakan, dalam keadaan pengetahuan yang terbatas, semestinya warga dapat lebih banyak bertahan untuk tidak banyak berkata-kata. Biarpun ada dada yang berkecamuk untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Karena satu, dan lain hal.

***

Lama sudah republik ini diresahkan oleh bom-bom. Yang berwenang pun telah mengkonsolidasi diri dengan mendirikan badan-badan yang dianggap perlu untuk mengatasi hal itu. Maka tak heran, biasanya dalam sehari-dua hari, para pelaku dan calon pelaku dengan cekatan segera tertangkap. Dengan nyawa maupun hanya jasad. Termasuk yang sedang berkemas-kemas rumah kontrakannya. Dengan bom-bom yang siap rakit maupun nyaris meledak. Biasanya disertai dengan beberapa bukti pendukung. Misalnya, artikel pembuatan bom, buku-buku radikal, telefon genggam, rangkaian kabel-kabel dan seterusnya. Juga atribut lainnya yang secara gamblang mengisyaratkan terorisme, seperti bendera ISIS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun