Mohon tunggu...
Delvi Adri
Delvi Adri Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Hidup tak bisa ditebak. Kita hanya bisa bercita-cita, pada akhirnya Tuhan yang punya kehendak. Seperti cita-cita saya sejak kecil ingin jadi TNI. Kemudian berubah menjadi guru. Dan akhirnya profesi sekarang yang menghidupi keluarga saya. 😁

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menantang Deras Arus Batang Sitingkai Demi Kemanusiaan

29 September 2019   23:27 Diperbarui: 29 September 2019   23:31 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Babinsa Desa Balung Koramil 12/XIII Koto Kampar Kodim 0313/KPR, Serka Subuh menggendong seorang nenek saat menyeberangi Sungai Sitingkai. dokpri

LANGIT mendung menyambut kedatangan kami di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Rabu 24 Juli 2019. Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam menggunakan kendaraan roda empat dari Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau, akhirnya kami tiba di Posko Utama TMMD ke-105 Kodim 0313/KPR.

Tidak mudah untuk sampai ke wilayah ini. Kami harus menembus perbatasan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat. Dari gapura selamat datang Provinsi Sumatera Barat di Lintas Barat, kami harus menempuh perjalanan selama 15 menit untuk sampai ke persimpangan masuk desa. Di sisi kiri, ada jalan kecil menurun, kami disambut sebuah jembatan gantung.

Secara administratif, jembatan ini berada di wilayah Sumatera Barat. Ukuran jembatan yang kecil, hanya bisa dilewati satu kendaraan roda empat saja. Jika berpapasan, salah satu harus mengalah dan menunggu kendaraan lainnya sampai ke seberang.

Perjalanan tidak sampai di situ, kami harus menempuh perjalanan sejauh 8 kilometer. Jalanan tanah dan bebatuan terjal cukup menyulitkan. Ditambah jalanan mendaki melewati lereng bukit. Sedikit saja salah perhitungan, bisa saja mobil jenis minibus yang kami kendarai bersama rombongan wartawan terperosok ke jurang di sisi kiri jalan.

Inilah satu-satunya akses terdekat bagi warga desa untuk membeli kebutuhan pokok ke Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Sebenarnya, ada jalan lain yang tak harus menyeberangi perbatasan dua provinsi. Yakni, jalan menuju Desa Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Namun, karena kondisi jalan yang sangat parah dan jauh, warga lebih memilih pergi ke provinsi tetangga.

Saat tiba, jalanan di Desa Balung tidak begitu ramai. Beberapa prajurit TNI terlihat lalu lalang. Ada noda lumpur di seragam loreng yang mereka kenakan. Beberapa tampak berbaur dengan warga setempat. Mayoritas, penghasilan warga Desa Balung berasal dari bertani.

Di lain sisi, tak jauh dari Posko Utama TMMD ke-105 Kodim 0313/KPR, ada sebuah sungai yang mengalir jernih. Rombongan murid sekolah dasar (SD) tampak sedang mengantre. Beberapa prajurit TNI dan warga, ikut berbaur di kerumunan bocah-bocah itu. Saat kami dekati, ternyata mereka sedang menunggu giliran untuk diseberangkan ke sisi sungai selebar lebih kurang 6 meter itu.

Tak ada jembatan penyeberangan. Beberapa prajurit TNI yang kami lihat itulah, bergantian menyeberangkan para bocah ini. Mereka menggendong bocah-bocah lugu ini satu persatu di tengah deras arus sungai. Di antara mereka, ada Babinsa Desa Balung Koramil 12/XIII Koto Kampar Kodim 0313/KPR, Serka Subuh. Keringat di keningnya mengalir di antara percikan air Sungai Sitingkai yang mereka seberangi. Di punggungnya seorang nenek penuh harap, ingin segera sampai ke seberang.

"Tiok aghi kami nyabonghang Batang Sitingkai ko. Ado nyia jambatan. Tapi jauah. (Setiap hari kami menyeberangi Sungai Sitingkai ini. Ada satu jembatan, tapi jauh)," kata Idris (50), salah satu warga Desa Balung, yang kami temui di lokasi.

Menyeberangi Sungai Sitingkai merupakan akses tercepat bagi warga beraktivitas. Terutama para pelajar yang ada di desa terpencil ini. Jika air sungai pasang, mereka terpaksa diliburkan. Sebab, besar dan tingginya permukaan air, tidak mungkin mereka seberangi.

"Kalau pasang aigh tapakso libur. Tahun dulu lai tigo aghi libur. (Kalau air naik terpaksa libur. Tahun lalu ada tiga hari diliburkan)," kata Idris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun