Mohon tunggu...
Hendra Mahyudhy
Hendra Mahyudhy Mohon Tunggu... Penulis - Deliriumsunyi

"Hilangnya ilmu pengetahuan adalah tanda-tanda kehancuran". Pekerja Text Komersil

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Joker, Labirin Panjang Kegelapan

7 Oktober 2019   23:03 Diperbarui: 11 Oktober 2019   23:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni Tidak Melulu Tentang Keindahan Tetapi Juga Bentuk dari Labirin Panjang Kegelapan.

Di sebuah jalan di kota Gotham tahun 1981, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) menari-menari di tengah dera kehidupannya sebagai kaum urban pinggiran. Di balik jubah badut yang ia pakai, telah ia katakan "Ya" kepada apapun yang bisa membuat orang lain tertawa. Karena sabda ibunya bahwa dia dilahirkan untuk membuat orang lain  tertawa telah menjadi tuntunan, akan ceruk kecil hidup yang harus ditempuh.

Akan tetapi, dunia tidaklah selalu serupa puing-puing indah yang lekas membawanya pada kelayakan hidup pada umumnya, dunia Arthur adalah dunia yang mendekatnya pada sosok Joker di tengah individualitas kaum urban metropolitan. Dunia yang menciptakan labirin panjang kegelapan.

Pelan dan perlahan, kehidupan yang tidak berjalan sesuai ekspektasi membawanya pada pernyataan kuat untuk menjalani "seni" kehidupan, bukan malah berdalih untuk menyangkal, apa lagi berkata tidak. Ini serupa ungkapan dalam bahasa latin, amor fati fatum brutum yakni mencintai takdir walaupun takdir itu kejam (brutal).

Lebih lanjut, secara konsep Joker (2019) lebih tepat disebutkan sebagai drama psikologis, karena ia bertumpu pada kehidupan sosok Joker, bernama Arthur Fleck. 

Rangkaian demi rangkaian fragmen yang dihempaskan dalam film secara jelas membawa kita pada kemuraman hidup, jalan panjang dan berliku ke depan yang barang tentu tidak selalu asyik dan bahkan membawa kita dalam delusi protagonis.

Jadi jangan berharap akan banyaknya cahaya terang yang sering ditampilkan seperti dalam kisah film superhero yang sering bermunculan di jagad layar perak, karena hidup yang tergambar dalam adegan film sepanjang 2 jam 2 menit ini ialah serupa labirin panjang kegelapan. 

Butuh nyali dan kejernihan sikap untuk mencernanya, kecuali anda ingin duduk dan keluar sebagai seorang pencerca.

Hal ini juga seperti ketika banyak orang menganggap film ini terlalu kokoh mengagungkan kekerasan, sementara mereka enggan untuk duduk bersama dan berdiskusi tentang asal usul kekerasan itu sendiri.

"Bagi saya, seni memang seharusnya rumit. Jadi, jika Anda ingin seni yang tidak rumit, Anda mungkin cocok belajar kaligrafi." ungkap sang sutradara Todd Phillips ketika diwawancara thewrapt.com.

Nb: Tulisan ini juga telah tayang di Pelantar.Id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun