Mohon tunggu...
Delillah Putri
Delillah Putri Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang out of the box dan menuangkan pikiran melalui tulisan

Blogger

Selanjutnya

Tutup

Money

RUU Cipta Kerja, Klaster Ketenagakerjaan Ditunda, Klaster Investasi Harus Tetap Jalan

29 April 2020   08:36 Diperbarui: 29 April 2020   08:55 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari presidenri.go.id

Perbincangan soal pro -- kontra Omnibuslaw RUU Cipta Kerja masih menjadi buah bibir di tengah pandemi COVID-19. Siapa lagi kalau bukan kalangan pekerja, terutama serikat buruh yang merasa menjadi pihak yang paling dirugikan dengan RUU tersebut.

Ya kita pasti bisa memahami bagaimana ngototnya mereka untuk meminta RUU Cipta Kerja dibatalkan karena ada "isu miring" yang beredar di tengah masyarakat terkait upah, jam kerja, dan lain sebagainya, yang semuanya itu berkonotasi negatif buat mereka. Bahkan, ketika pemerintah dan DPR baru mulai membahas RUU Cipta Kerja, mereka sudah bersiap turun ke jalan agar pembahasannya ditunda, bahkan mereka tidak peduli dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah COVID-19. Dengan Slogan "kami tidak takut Corona yang kami takutkan tidak makan" maka mereka sudah mempersiapkan diri dengan segala resiko yang ada.

Merespon hal itu, pemerintah dan DPR RI sepakat menunda pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan karena yang banyak diprotes adalah klaster tersebut. Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan, masih ada poin -- poin yang masih harus ditinjau kembali. Tidak lama berselang, giliran Presiden Jokowi yang mengumumkan hal serupa. Pemerintah dan DPR memiliki alasan sama dalam kesepakatan penundaan tersebut, yaitu meninjau kembali pasal demi pasal yang kiranya masih bermasalah atau merugikan pekerja.

Di sini kita bisa melihat, baik DPR maupun pemerintah telah menjalankan fungsinya dengan baik. Kenapa demikian? DPR adalah kepanjangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dimana mereka sudah semestinya mendengarkan aspirasi masyarakat dalam membentuk regulasi. Meski di Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 memberikan legitimasi bagi DPR untuk membuat undang-undang tapi jangan lupa bahwa yang berkuasa di negeri ini adalah rakyat yang juga sesuai dengan amanat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Lalu bagaimana dengan pemerintah? Sebagai penyelenggara negara yang bertujuan untuk mengatur hajat hidup orang banyak, sudah semestinya negara mendengar aspirasi rakyatnya.

Meskipun demikian, peran pemerintah dan DPR harus lebih dari itu. Maksudnya, harus ada wacana besar lain yang dirancang untuk hajat hidup orang banyak tadi. Untuk memperhatikan hak pekerja itu oke dan memang sudah menjadi kewajiban, namun bagaimana dengan faktor lain yang juga mempengaruhi hidup masyarakat yang lebih luas lagi? Yaitu perekonomian. Di tengah pandemi yang mengharuskan orang -- orang mengisolasi dirinya dan PSBB yang sedang diterapkan tentu berdampak langsung pada aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

*Pertumbuhan ekonomi*

Kalau kita boleh jujur, sebenarnya tanpa adanya pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih segitu-segitu aja dan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan masih sedikit belum tercapai. Kita tidak membicarakan pada satu era kepemimpinan saja tapi soal pertumbuhan ekonomi memang sudah menjadi isu setelah Indonesia memasuki era Reformasi tahun 1998 lalu.

Dengan bonus demografi yang begitu melimpah, harusnya negara ini memiliki keuntungan yang besar juga dalam pembangunan ekonomi, lalu mengapa hal itu tidak terjadi? Masalahnya, negara ini masih dalam tahapan negara berkembang, meskipun beberapa waktu lalu diklaim sudah menjadi negara maju. Namun, fakta memperkuat bahwa negara-negara seperti Indonesia yang belum menjadi negara industri membutuhkan investasi dari luar untuk membangun perekonomian guna menuju negara yang lebih maju.

Nah, masalahnya apakah Indonesia menjadi tujuan investasi dari luar? Kita ambil contoh simpel saja. Beberapa waktu lalu ada beberapa pabrik di Cina yang migrasi ke negara lain tapi tidak ada satu pun pabrik yang mau datang ke Indonesia. Mereka lebih memilih Vietnam, Philipina, dan Thailand sebagai destinasi bisnis mereka selanjutnya. Apa masalahnya? Kalau kita teliti lebih dalam, masalah investasi dari luar itu bukan pada upah pekerja Indonesia yang mematok harga tinggi tapi masalahnya adalah regulasinya yang terlalu ribet dan timpang tindih.

Jadi kondisi ini membuat investor juga enggan dan berpikir ulang dengan sistem birokrasi yang membingungkan. Bayangkan, untuk regulasi soal investasi saja ada sekitar 12 ribu peraturan dan ini sudah berlangsung lama.

*Klaster Investasi*

Pemerintah saat ini menyadari akan hal itu, makanya mereka juga membuat Omnibus law menjadi pilihan, salah satunya RUU Cipta Kerja dimana ada klaster investasi. Klaster investasi inilah yang menjadi vital untuk segera dibahas dan dirampungkan, apalagi banyak yang memprediksi pertumbuhan Indonesia di tahun 2020 ini hanya menyentuh angka 1,5 -- 2 persen saja.

Memang, bukan hanya perekonomian Indonesia yang sedang merosot tapi negara lain yang terkena wabah COVID-19 tapi jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah dan DPR soal perbaikan ekonomi pasca pandemi maka Indonesia bukan hanya tertinggal dari negara lain tapi juga stabilitas di dalam negeri juga berpotensi terganggu.

Bukan maksud menakut-nakuti, tapi kita lihat realita yang ada dimana hampir 3 juta orang terkena PHK karena terkena imbas pandemi. Memang, saat ini sudah berjalan sebuah program yaitu Kartu Prakerja yang menjadi stimulus bagi masyarakat yang terkena dampak penurunan ekonomi dan masyarakat yang belum memiliki pekeraan.

Tapi, kita harus melihat bahwa program ini hanya awal dimana Kartu Prakerja menyiapkan angkatan kerja dengan berbagai pelatihan agar peserta bisa menghadapi dunia kerja. Tapi ketika mereka sudah siap dan lapangan pekerjaan belum ada maka dana Rp 20 triliun yang dihabiskan untuk program ini akan menjadi sia -- sia.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera merealisasikan RUU Cipta Kerja ini menjadi satu kesatuan perundangan yang mampu mengakomodir semua pihak baik para buruh, para pencari kerja, dan juga dunia usaha.

Intinya, pemerintah dan DPR saat ini harus bergerak cepat untuk merealisasikan solusi masalah regulasi investasi ini. Jangan sampai para peserta kartu Prakerja yang sudah siap untuk bekerja kembali menganggur karena lapangan pekerjaan belum tersedia karena investasi yang enggan masuk.

Dengan keadaan ekonomi dunia dan dunia investasi yang juga sedang menurun sekitar 30 -- 40 persen. Maka, negara-negara berkembang seperti Indonesia pasti akan bersaing untuk mendapat investasi. Jika tidak bergerak cepat maka kita akan dihadapkan pada potensi permasalahan yang tidak kalah rumit dari sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun