Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid di Desa

26 Juli 2021   11:13 Diperbarui: 26 Juli 2021   12:23 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar cerita Adik, saya langsung teringat pengalaman orang tua dengan pedagang keliling langganannya. Sudah lebih dari dua minggu pedagang keliling langganan tidak singgah. Berita yang sampai, pedagang keliling tersebut katanya sakit corona. Berita yang terkuatkan karena dia juga tinggal di area dengan berita banyaknya orang yang meninggal karena Covid.

Ketika akhirnya pedagang keliling itu kembali singgah ke Rumah sambil memakai masker, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya, orang tua pun akhirnya bertanya. Mengklarifikasi apakah dia kena Corona atau tidak.

Dengan penuh percaya diri, pedagang keliling tersebut mengatakan tidak. Alasannya karena Dokter yang memeriksanya tidak mengatakan dia Covid. Dokter yang memeriksanya hanya menyuruh nya istirahat 2 minggu di Rumah atau kamar khusus. Tidak boleh keluar juga tidak boleh dikunjungi orang lain.

Lebih lengkap, pedagang keliling tersebut bercerita. Beberapa waktu lalu dia demam dan sempat tidak merasakan apa-apa ketika makan dan minum. Lalu dia berangkat ke Dokter. 

Di ruang periksa ada beberapa orang yang mempunyai gejala serupa.  Kepada seorang Ibu yang terlihat sehat dan datang membawa kendaran sendiri, Pak Dokter menyuruh Ibu tersebut untuk test Covid. 

Kepada dirinya dan teman-temannya yang lain, Pak Dokter memberikan instruksi yang berbeda. Setelah bertanya sakit yang dia alami, Dokter menyuruhnya diam di Rumah atau di kamar khusus. Tidak keluar selama dua minggu, jangan berhenti makan meski tidak merasakan apa-apa, dan terus minum obat yang dia berikan.

Karena tidak ditest Covid dan Pak Dokter tidak mengatakan dia Covid, dia percaya diri kalau dia tidak kena Covid. Hanya saja dia mengikuti seluruh saran Dokter. Termasuk diantaranya untuk tidak melepas masker kalau berjualan lagi.

Secara medis, pastinya ada yang keliru dari proses putusan si Dokter. Melakukan treatmen medis tanpa protokol medis. Putusannya berdasar instuisi sebagai Dokter. Namun kita bisa memahami bila Dokter mengambil langkah tersebut. Di satu sisi si Dokter pastinya sedang berhadapan dengan peralatan medis untuk menghadapi Covid-19 yang serba kurang dan mesti di hemat. 

Di sisi lain si Dokter juga tidak mungkin membebankan test Covid ke pedagang keliling. Bagi seorang pedagang keliling, biaya test Covid yang paling murah sekalipun, besarannya bisa dianggap sama dengan omzet atau modal dagang sehari-hari. Sedangkan yang dia hadapi adalah pasien dengan gejala Covid-19 yang sudah jelas.

Setidaknya itu dua pengalaman yang saya rekam dari orang Desa yang terpapar Covid-19. Tidak ada cerita kematian. Hanya saja ketidakjelasan apa yang akan mereka alami setelah terpapar Covid. Apakah produktivitas dan hari-harinya akan berjalan seperti sebelumnya, atau tidak. Gelap.

Sebagaimana diprediksi banyak kalangan pada awal pandemi, meski virus Covid-19 berawal dari kalangan menengah keatas, namun resiko terbesar akan dialami kalangan menengah ke bawah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun