Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selayang Pandang Teori Gender dan Relasi Gender Menurut Islam

19 Oktober 2019   18:35 Diperbarui: 19 Oktober 2019   18:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sayangnya, peradaban modern telah memisahkan manusia yang esensi awalnya adalah kesatuan dengan alam atau dengan sesama manusia. 

Manusia dengan alam dan manusia dengan manusia menjadi terfragmentasi, terpisah dan teratomisasi. Di satu sisi manusia melihat manusia lain sebagai ego-ego yang saling berkompetisi bukan bekerjasama. Pada sisi lain, manusia dan alam menjadi begitu terisolasi, menjadi subjek dan objek. Inilah yang menjadi pangkal penguasaan dan eksploitasi alam oleh manusia.

Kondisi diatas menurut ecofeminism disebabkan manusia yang terlalu memuja "Tuhan Maskulin" (The Father God) dan kurang memuja "Tuhan Feminim" (The Mother God). Karenanya manusia mengidentifikasikan dirinha sebagai "The Father God" sebagai yang kuasa, aktif, terpisah, independen, jauh dan dominan.

Bagi ecofeminism, "Tuhan Feminim" perlu dihadirkan untuk mewujudkan eksistensi asal segala sesuatu yaitu ibu, bumi, kosmos, mother god, mother nature. 

Penyembahan Tuhan Feminim akan membuat manusia mengidentifikasikan dirinya sebagai yang dekat, kasih, penerima, pasif, pemelihara dan kualitas feminim lainnya. Sifat-sifat feminim akan menjadikan manusia sadar bahwa elemen dalam diri manusia, antar manusia, bumi, langit, seluruh kosmos esensinya adalah satu dan itu berasal dari "The Mother God".

Bagi Bu Ratna yang merupakan seorang muslimah, pandangan ecofeminism tentang gender pastinya sudah berisi sisi spiritual yang selama ini tidak terlihat dari teori feminisme Barat. Namun dalam perspektif seorang muslimah juga lah Bu Ratna melihat hal yang membingungkan dalam cara pandang ecofeminism. 

Ecofeminism mengakui adanya Tuhan namun ada dikotomi antara Tuhan yang maskulin dan Tuhan yang feminim. Hal ini tentunya bertentangan dengan pandangannya sebagai muslimah yang menempatkan Tauhid (Keesaan Tuhan) sebagai hal fundamental.

Hal lain lagi, pada tataran sosial ecofeminism sudah memberi nilai yang lebih tinggi kepada kualitas feminim. Bahkan secara berlebihan sudah memujanya dan mengkritik sifat maskulin yang dianggapnya hierarchis. Bila seperti ini, ecofeminism sendiri pada akhirnya sudah melakukan kesalahan yang dilakukan oleh maskulinitas yang sudah menindas perempuan sebelumnya.

Tepat pada kebuntuan inilah Bu Ratna menunjukan ulasan Prof. Sachiko Murata tentang relasi gender dalam Islam sebagai sesuatu yang sangat penting. Menurut Bu Ratna, Murata telah secara sistematis mengurai makna Kesatuan dan makna Dualitas yang berasal dari Kesatuan.

Dengan merujuk pada nama-nama Tuhan dalam Islam, Asmaul Husna, Murata membagi nama-nama Tuhan pada dua bagian besar; nama-nama Keagungan, Jalal, (dimensi maskulin), dan nama-nama Keindahan, Jamal, (dimensi feminim). 

Berbeda dengan ecofeminism yang terlalu menonjolkan sisi Tuhan yang feminim, Murata melalui buku ini menunjukan bahwa Tuhan melalui nama-nama-Nya, adalah keseimbangan antara yang Agung, Kuasa, dan sebagai yang Dekat, Pengasih, Penyayang, Penerima. Tuhan adalah keseimbangan antara kualitas maskulin dan feminim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun