Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selayang Pandang Teori Gender dan Relasi Gender Menurut Islam

19 Oktober 2019   18:35 Diperbarui: 19 Oktober 2019   18:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sementara feminisme liberal bergerak mengubah Undang-Undang dan hukum agama yang dianggap sudah merugikan perempuan. Seperti, menggugat Undang Undang yang mengatakan bahwa suami adalah Kepala Keluarga.

Karenanya gerakan feminisme Barat pada priode 1960 dan 1970an diwarnai dengan tuntutan kebebasan dan persamaan hak. Perempuan mesti menyamai pria dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Sekarang, semakin banyak perempuan yang telah masuk ke dunia maskulin dan berkiprah bersama-sama dengan Pria.

Namun dibalik kesuksesan ini, bahwa perempuan bukan saja telah berhasil masuk dunia maskulin, tetapi juga mengadopsi nilai-nilai maskulinitas yang semula dikritiknya dan meninggalkan sikap kepedulian terhadap pengasuhan dan pemeliharaan. 

Perempuan telah menjelma menjadi "Male Clone" (tiruan pria) dalam peradaban modern Barat dimana ekonomi berdasar untung rugi, kompetisi, kekuasaan, materi, dan eksploitasi. Sumber daya uang, status, dan kekuasaan yang terbatas harus diperebutkan karena kesuksesan di dunia maskulin diukur oleh ini semua.

Peradaban manusia modern (baik pria dan wanita) semakin terlihat ingin menguasai, mendominasi, dan mengeksploitasi. Kerusakan alam, polusi, eksploitasi alam berlebihan, dan menurunnya solidaritas sosial adalah sebagian kecil contoh yang terjadi akhir-akhir ini. 

Banyak feminis semakin sadar bahwa peradaban modern telah menjadi begitu tidak seimbang. Terlalu berat pada kualitas maskulin dan kurang pada kualitas feminim seperti cinta, kepeduliaan, pengasuhan, dan pemeliharaan.

Pada masa inilah terjadi titik balik. Paradigma feminisme tahun 1980an berbalik memuji keunggulan kualitas feminim serta memaksimalkan perbedaan alami antara pria dan perempuan. Pada masa ini, orang mengakui bahwa secara esensial pria dan perempuan itu berbeda. 

Bila sebelumnya kualitas feminim sering dianggap "inferior", sekarang bahkan dianggap "superior". Para feminis mengajak para perempuan untuk melestarikan kualitas feminim agar dunia menjadi lebih seimbang dan segala kerusakan yang terjadi dapat dikurangi.

Perspektif feminisme terakhir diatas disebut dengan ecofeminism. Sebuah teori feminism yang dipengaruhi filsafat ecophilosophy atau ecosophy. Ecosophy mengkritik peradaban Barat yang dianggap sudah melampui kapasitas daya dukung bumi. Filsafat ini banyak dipengaruhi spiritualitas ketimuran dan agama-agama mistjs serta pola kehidupan orang terdahulu yang selaras dengan alam.

Namun teori ecofeminism dianggap terlalu mengagung-agungkan kualitas feminim secara berlebihan, dan selalu menempatkan kualitas maskulin dalam arti negatif.

Bagi ecofeminism, alam yang disebut dengan bumi pertiwi (Mother Nature), adalah sumber dari segala sesuatu. Berbeda dengan filsafat eksistensialism, ecofeminism menganggap bahwa manusia pada dasarnya sudah mempunyai esensi abadi yaitu kesadaran. Kesadaran ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari alam, dimana esensi secara keseluruhan pada dasarnya hanyalah satu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun