Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Taree Zameen Par", Every Child Is Special

13 Februari 2019   10:02 Diperbarui: 13 Februari 2019   10:29 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk menjelaskan makna Cinta, orang Yunani menyebutnya dalam tiga kata berbeda yang memiliki makna berbeda. Ketiga kata itu yaitu Eros, Philia dan Agape. Eros adalah cinta seksual atau erotis. Sebentuk cinta karena tuntutan birahi. Laki-laki suka perempuan karena cantiknya, begitu sebaliknya. Perempuan suka lelaki karena kegagahannya atau hal-hal yang secara fisikal sangat menarik. Dalam Eros, orang lain adalah objek bukan subjek. Eros adalah ekspresi pemenuhan hasrat diri. Jadi meski wujudnya mencintai orang lain, hakekatnya dia sedang mencintai diri sendiri.

Sementara Philia adalah cinta relasional. Dalam Philia, orang lain dilihat sebagai pribadi yang memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri. Kelebihan orang lain tidak hanya terbatas hal yang bersifat fisikal semata, tetapi juga hal yang bersifat abstrak. Pengertian, lembut, pintar, kasih sayang, adalah diantara hal-hal yang menumbukan Philia. Adapun Agape, ia adalah cinta pada tingkatan tertinggi yang sudah tidak lagi melihat atribut yang ada pada diri seseorang. Dia adalah cinta yang keluar dari ego karena melihat orang lain seperti melihat dirinya. Bila orang lain sakit, dia ikut sakit. Seperti tubuh, bila satu tubuh sakit, maka tubuh yang lain ikut sakit. Begitu kira-kira perumpamaan yang diajarkan Nabi Muhammad tentang Agape ini.

Di sisi lain, bila emosi itu bisa berwujud menangis atau marah lalu ketika kita tanpa terasa menitikan air mata ketika menonton Taree Zameen Par, maka besar kemungkinan itu dikarenakan ada Philia yang tersentuh. Karena beberapa orang yang menitikan air mata manakala melihat film ini, bukan dikarenakan kisah film tentang percintaan laki-laki dan perempuan yang jamak dalam film Bollywood. Namun ini tentang anak yang mendapat perlakuan yang tidak semestinya dari orang tua dan gurunya. Anak yang dianggap rendah hanya karena tidak bisa membaca dan menulis sebagaimana keumuman anak lainnya.

Saya sendiri sudah lama ingin menonton film ini dan baru kemarin terlaksana. Namun sebelum menonton film ini, beberapa orang mengatakan bila film ini berkaitan dengan dunia pendidikan. Hal ini terkonfirmasi ketika sekilas saya melihat produser dan pemeran utamanya; Aamir Khan. Nama sama yang ada dalam film pendidikan menarik yang juga berasal dari India; 3 Idiots. Namun berbeda dengan 3 Idiots yang mengkritik pelaksanaan pendidikan di institusi pendidikan tinggi dan motif belajar mahasiswanya, film ini mengurai salah kaprah dalam pendidikan dasar. Utamanya sikap dan perilaku guru dan orang tua terhadap anak.

Mungkin bagi orang yang sangat concern dengan pendidikan anak, Aamir Khan dalam menit-menit awal film ini seolah sudah memberikan clue kompleksitas pendidikan anak yang hendak dibahas. Ishan, anak disleksia yang menjadi tokoh utama, digambarakan sebagai anak yang gagal dalam membaca, menulis, matematika dan beberapa mata pelajaran sekolah. Namun di rumah sekilas ditunjukan ruang kamar Ishan yang banyak gambar di dinding serta kemampuannya menyelesaikan puzzle yang sangat rumit untuk ukuran anak seusianya. Rangkaian scene ini secara tersirat menunjukan bahwa Ishan adalah anak yang lemah dalam penguasaan pengetahuan, namun memiliki kecerdasan imaginatif diatas rata-rata rata-rata.

Kecerdasan inilah yang kemudian tidak dimengerti baik oleh orang tuanya maupun gurunya. Karena tidak dimengerti itulah kemudian baik guru maupun orang tuanya, menganggap Ishan sebagai anak tidak berguna. Di sekolah Ishan mesti tertinggal tidak naik kelas dan terus menerus mendapat hukuman dari guru. Sementara di rumah, dia dianggap anak yang kualitasnya jauh dibawa kakaknya yang mempunyai keunggulan secara akademik.

Karena ketidakmengertian ditambah tidak adanya kearifan inilah kemudian Ishan menjadi anak yang secara psikologis terasingkan, dan potensinya terabaikan. Gurunya terus menerus mendeskriditkan, baik secara verbal maupun non verbal, sementara orang tuanya terus menerus menghukumnya.  Di antaranya adalah dengan mengirim Ishan ke sekolah berasrama. Keduanya alih-alih mencoba memahami apa yang sedang dialami Ishan dan mencari jalan keluar, justru menghukum.

Film ini tidak hanya mengkritik dunia pendidikan lewat cerita yang disajikan, tetapi juga melalui gumaman-gumaman Aamir Khan. Seperti ketika Aamir menggumam mempertanyakan sikap orang tua yang seolah membebankan semua obsesi dirinya pada si anak. Apa yang dipikirkan orang tua, itulah yang harus dituruti anak. Gumaman Khan ini mengingatkan kita pada syairnya Khalil Gibran yang mengatakan "Anak-anak mu bukanlah anak-anakmu, tetapi dia adalah anak panah zaman". Bagi Gibran, perbedaan zaman antara orang tua dan anak telah memberikan tantangan berbeda pada keduanya. Karenanya tugas orang tua adalah mempersiapkan anak untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan dirinya.

Hal menarik lainnya mungkin adalah tentang sekolah. Sebelum Aamir Khan datang dan mengerti masalah yang dihadapi Ishan dan tahu cara menanganinya, sekolah bagi Ishan seperti neraka. Setiap hari dia harus menghadapi hukuman dari guru-gurunya dan cemoohan dari teman-temannya. Melihat kondisi sekolah seperti ini, kita akan teringat kepada ungkapan Mark Twain tentang sekolah dan pendidikan. Twain, novelist, penulis dan pengajar berkebangsaan Amerika, sempat mengingatkan jangan sampai sekolah menjadi tempat merusak pendidikan anak-anak, "I Have never let my schooling interfere with my education", begitu kata Twain.

Bagi saya sendiri mungkin diantara yang mengharukan adalah ketika Aamir Khan berinisiatif mengadakan lomba melukis yang mesti diikuti oleh semua murid dan guru. Sebagaimana yang diprediksikan, lomba melukis ini pada akhirnya dimenangkan oleh Ishan. Karena dari awal film ini seolah sudah menyinggung bahwa Ishan adalah orang yang mempunyai kecerdasan imaginatif yang luar biasa. Sementara mengenai kecerdasan imaginatif ini, Einstein sendiri sempat mengingatkan bahwa "Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited, whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress, giving birth to evolution."

Namun akhir dari lomba ini tidak hanya menegaskan adanya kelebihan Ishan yang tidak dimiliki oleh anak seusianya, bahkan juga oleh guru-gurunya, tetapi juga mengingatkan akan sikap orang tua yang sering hilang ketika berhadapan dengan anak. Usai Ishan dinobatkan sebagai pemenang, Ishan mendapat apresiasi dari seluruh murid termasuk guru-guru yang selama ini menghina dan menghukumnya. Ini seperti momen yang menjadi titik balik bagi Ishan yang selama ini hanya menerima hukuman dan cacian dari seluruh penghuni sekolah. Terlebih sebelumnya Aamir Khan sudah mengingatkan Bapak Ishan akan arti penting kepedulian dan kasih sayang yang ditunjukan dalam bentuk perilaku sederhana seperti memeluk, mencium atau bertanya kabar sang anak. Bukan terus menerus membentak, menampar, memarahi atau menghinanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun