Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Freud dan Jung, Seks dan Simbol Politik Indonesia

22 Januari 2019   21:46 Diperbarui: 22 Januari 2019   23:13 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung adalah dua nama rujukan bagi penggelut Ilmu Psikologi. Namun karena pemikiran mereka berkonstribusi terhadap disiplin ilmu non-Psikologi, maka kedua nama ini sering disinggung dalam dunia seni, sastra, politik atau komunikasi.

Jung menyebut Freud sebagai senior dan menganggap mentornya tersebut sebagai Bapak Psikoloanalisa. Sebaliknya, Freud sendiri sempat berencana menjadikan partnernya tersebut sebagai penerus Psikoanalisa yang dia rintis. Bila Freud adalah Yahudi atheis, maka Jung adalah anak seorang Pendeta yang mempunyai ketertarikan terhadap filsafat Timur. Mungkin dari sinilah terjadi perpecahan antara keduanya. Bila Freud bersikukuh bahwa seks adalah pangkal pembentuk perilaku manusia, maka Jung berpendapat bahwa memori kolektif seperti nilai atau norma juga menjadi dasar perilaku manusia.

Sebagaimana diketahui, Freud berpendapat bahwa perilaku manusia itu seperti gunung es. Apa yang terlihat di permukaan, lebih kecil dibanding dengan apa yang ada dibawah permukaan. Apa yang tidak terlihat, dibawah permukaan, adalah pembentuk dari apa yang terlihat, di atas permukaan. Bila yang terlihat di permukaan laut adalah perilaku manusia yang terlihat sehari-hari, maka yang berada dibawah laut adalah struktur ketidaksadaran manusia yang membentuk perilaku manusia yang terlihat. Struktur ketidaksadaran manusia itu terdiri dari tiga; Id, Ego, dan Superego. Ketiga komponen ini berjalin berkelindaan membentuk perilaku manusia.

Id adalah representasi komponen primitif dan instingtif kepribadian, warisan biologis, built in sejak lahir. Didalamnya terdapat dua hal; eros dan thanatos. Bila eros adalah insting seksual berisi libido, maka thanatos adalah insting agresif manusia atau kematian. Insting libidis berkonstribusi penting bagi kelestarian dan kontinuitas kehidupan manusia, sedangkan insting thanatos memperingatkan manusia pada saat ia berada dalam keadaan terancam. Id adalah komponen yang tunduk pada prinsip kenikmatan, bendungan penampung libido dan tidak memiliki kapasitas untuk menilai baik-buruk.

Adapun Ego, dalam latin nya disebut dengan I, adalah komponen diri manusia yang menyeleraskan dorongan Id dengan realitas. Ego adalah komponen pembuat keputusan. Bila Id itu irrasional, tanpa aturan, dan kacau, maka ego bekerja berdasarkan nalar atau akal sehat yang dibentuk oleh realitas. Ego bekerja dengan pedoman pada prinsip realitas. Ia merancang cara-cara yang realistis untuk memenuhi permintaan Id.

Sementara superego adalah bagian tersendiri dari kepribadian manusia. Bila istilah latin untuk Ego adalah "I", yang dalam Indonesia berarti aku, maka istilah latin untuk Superego adalah "Above I" atau "Di atas aku". Dalam kehidupan nyata, selalu ada yang kedudukannya lebih superior dari individu yakni sekelompok Individu. Kumpulan individu ini yang sering mengkonstitusi dirinya dengan aturan-aturan yang mereka ciptakan. Aturan-aturan dalam kehidupa riil ini secara simbolik didefisienkan masyarakat kedalam istilah moralitas. Moralitas inilah yang dimaksud dengan "Above I" yang kedudukannya berada diatas Ego (I) atau aku

Bagaimana ketiganya terjadi, bisa dilihat ketika manusia menyalurkan dorongan seksualnya. Bila dia hanya memenuhi dorongan Id nya saja, mungkin dia akan mengajak siapa saja yang dia temui untuk menyalurkan dorongan libidonya di sembarang tempat. Namun Ego sebagai sense of reality menegosiasikan tuntutan Id dengan realitas.  Karena itu solusinya bisa melakukannya dengan escort yang dia bayar dan dilakukan di ruangan yang tidak terlihat orang banyak. Namun karena manusia juga mempunyai superego maka dia akan melakukan cara lain yang sesuai dengan superegonya. Kalau dia hidup di Indonesia, maka dalam rangka menyalurkan hasrat seksualnya, dia akan menikah dahulu. Akan berbeda bila dia hidup di Barat.

Mungkin hal yang menarik dari pemikiran Freud ini adalah tentang seksualitas yang dianggap sebagai pendorong utama perilaku manusia. Dorongan seksual ini menurut Freud terlihat sejak kanak-kanak. Bila pandangan abad 18 melihat anak-anak laksana kertas putih, Freud melihat masa kanak-kanak pada dasarnya terbentuk dari hasrat seksual dan mempunyai keingintahuan yang dibawa dari lahir terhadap seks Bagi Freud, ketika seorang anak menyusui Ibunya, itu adalah bentuk kebutuhan erotik anak-anak pada masa awal. Seorang anak membangun citra erotis terhadap orang tua yang berlawanan jenis dengannya dan membenci orangtua yang sejenis dengannya. Seperti anak laki-laki melihat ayahnya sebagai saingannya karena telah merebut perhatian Ibunya, dan anak perempuan melihat Ibunya sebagai lawannya karena sudah merebut perhatian Bapaknya. Mengambil kepada tokoh mitologi Yunani, Freud menyebut fenomena ini sebagai Oedipus komplek, bagi laki-laki, dan elektra kompleks, bagi perempuan.

Karena seksualitas menjadi hal sangat sentral, maka seksualitas ini juga yang muncul ketika Freud membincangkan mimpi. Mimpi adalah subjek penelitian ilmiah dan bagian tidak terpisahkan dari psikoanalisa. Dia adalah kunci pemahaman teoritis untuk menjelaskan ketidaksadaran.

Tidur sendiri adalah kondisi ketika kita menarik diri dari realitas dan berhenti menerima atau merespon stimulan dari luar. Dalam mimpi inilah muncul stimulus internal yang disebabkan dua hal; karena berlanjutnya aktivitas mental (dari siang hingga malam), juga karena hasrat instingtif yang tidak terpuaskan. Stimulus kedua ini sangatlah penting, karena menampilkan konflik-konflik mental yang merupakan sumber gangguan mental. Munculnya penggangu tidur disebabkan adanya relasi diantara kesadaran (ego) dengan ketidaksadaran (id). Dengan kata lain, ada ketidaksesuaian antara hasrat instingtif id dengan keinginan sadar ego untuk tidur, dan sebagai konsekuensinya, id akhirnya memperoleh tertentu saat tertidur.

Penafsiran mimpi sendiri tidak bisa dilakukan sembarangan. Orang tidak diperbolehkan menafsirkan mimpi sebelum memiliki pengetahuan tentang latar belakang psikologi seseorang. Penafsir mimpi juga mesti mengerti teknik asosiasi bebas yang distimuli dengan elemen-elemen tertentu mimpinya. Namun sebelum hal itu dilakukan, mimpi bisa ditafsirkan bila orang mengerti simbol-simbol yang ada dalam mimpi. Simbol-simbol inilah yang menurut Freud merupakan manifestasi dari id atau hasrat seksual manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun