Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"A Taxi Driver", Aktor Perubahan Itu Bisa Siapa Saja

12 April 2018   11:37 Diperbarui: 12 April 2018   12:24 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak film yang menceritakan bagaimana powerfull dan hegemoniknya media. Paling klasik mungkin All The President's Men nya Dustif Hofman. Diadaptasi dari buku yang berdasar kisah nyata, film ini menggambarkan peran The Washington Post, salah satu media terkemuka di Amerika, dalam membongkar skandal Watergate. 

Investigasi duo wartawan The Post, Woodward dan Bernstein, terhadap watergate berhasil menjungkalkan Presiden Nixon yang baru saja menjabat Presiden Amerika untuk priode ke dua. Film ini bukan hanya menjadi klasik, tetapi seperti sudah menjadi film wajib bagi para jurnalist.

Paling terbaru mungkin film The Post nya Steven Spielberg yang dibintangi aktor kawakan Tom Hank dan Meryl Step. The Post, sebutan Washington Post, menceritakan bagaimana redaktur koran ini berusaha mengungkap  kasus Pentagon Papers. Sebuah dokumen yang menjelaskan kebohongan Amerika dalam perang Indo Cina. 

Pada kasus pengungkapan Pentagon Papers ini, konon yang paling berpengaruh sebenarnya bukanlah The Post tetapi kompetitornya The Post yaitu New York Times. Tetapi konon Steven Spielberg lebih memilih memunculkan The Post karena dinamika dalam The Post ketika menghadapi kasus ini lebih menarik disorot ketimbang dinamika internal New York Times.

Meski pada akhirnya film The Post dikalahkan The Shape of Water dalam ajang perebutan Oscar 2018, tetapi The Post masuk dalam nominasi Oscar yang cukup diperhitungkan.  

Diluar dua film Amerika itu, kita bisa menyebut film Whistle Blower dari Korea Selatan. Sebuah negeri yang dalam dekade terakhir industri film nya menunjukan trend naik. Whistle Blower merangkai dengan apik kerja keras Jurnalis TV Korea Selatan mengungkap kebohongan publik yang dilakukan seorang publik figur untuk menyenangkan rakyat Korea Selatan. Walaupun pada awalnya diremehkan dan diteror, tetapi Jurnalis TV tersebut bisa membuktikan kebenaran investigasinya.

Ketiga film diatas mengungkapkan hal yang sama tentang media. Betapa media begitu powerfull dan mempunyai peran penting dalam menentukan dinamika sosial politik sebuah bangsa. Ditambah dengan film Kill The Messanger, yang menceritakan bagaimana upaya CIA membunuh karakter seorang wartawan karena investigasinya sudah mendeskreditkan CIA dan gedung putih, maka peran media dalam menentukan dinamika sosial politik masyarakat menjadi sesuatu hal yang tidak bisa dibantah.

Begitu juga dengan A Taxi Driver dari Korea Selatan ini. film arahan Jang Hoon yang di release pada Agustus 2017, dibuat berdasar pada true story yang terjadi di Korea Selatan pada tahun 1980an. Ketika itu Korea Selatan dikuasai rezim militer yang mengekang kebebasan berpendapat warganya. Korbannya bukan lagi tokoh masyarakat, tetapi masyarakat itu sendiri. 

Dalam film ini digambarkan satu kota Gwang Jun, dibombardir peluru militer karena mereka menolak diberlakukannya darurat militer. Masyarakat sipil yang tidak bersalah, ditembak sedemikian rupa oleh militer tanpa belas kasihan.

Permasalahannya, derita yang dialami penduduk Gwang Ju bukan hanya tidak diketahui dunia, bahkan warga Korea Selatannya sendiripun tidak tahu. Informasi yang sampai ke mereka bukan hanya bias, tetapi juga bertolak belakang. Televisi Korea Selatan menyebutkan bila yang meninggal itu hanya 1 orang tentara dan 5 warga sipil. Padahal yang meninggal ratusan warga sipil. Sampai-sampai Rumah Sakit di Gwang Ju pun kesulitan menerima pasien saking banyaknya korban yang dikirim kesana.

Ada banyak gambaran dalam film ini untuk menggambarkan betapa refresifnya pemerintah Korea Selatan kala itu terhadap media. Seperti ketika sebuah koran Korea yang sudah naik cetak memberitakan pembantaian di Gwang Ju, kantor percetakan tiba-tiba diserbu oleh internal karyawannya sendiri. Mereka membatalkan berita dan cetakan koran hari itu karena akan mengancam mereka sendiri. 

Ketika Jurgen Hinzpeter (Thomas Kretschmann) seorang wartawan Jerman mau masuk Korea Selatan, dia mesti menjelaskan identitas dirinya sebagai missionaris terlebih dahulu sehingga bisa masuk ke Korea Selatan.

Segala macam derita dan perjuangan masyarakat sipil Kota Gwang Ju memberikan hasil dan berdampak pada demokrasi di Korea Selatan, ketika Hinzpeter berhasil masuk ke Gwang Ju, merekam semua kekejaman militer, lepas dari kejaran militer Korea Selatan untuk kemudian mempublikasikan hasil investigasinya tersebut ke media di dunia. Liputan Hinzpeter terhadap kejadian di Gwang Ju, menjadi salah satu pilar berubahnya dinamika sosial politik di Korea Selatan dari yang represif ke arah yang lebih terbuka.

Hanya saja berbeda dengan empat film tentang media yang dikemukakan di awal tulisan ini, A Taxi Driver tidak hanya menggambarkan tentang upaya jurnalist untuk mengungkap kejadian di Gwang Ju, tetapi juga konstribusi masyarakat sipil dalam merubah dinamika sosial politik di Korea Selatan. Lebih spesifik lagi, film ini mengingatkan tentang seorang supir Taksi, juga beberapa supir taksi, yang mempunyai peran sangat besar sehingga media bisa mempublikasikan beritanya. Hinzpeter tidak akan pernah bisa mempublikasikan hasil investigasinya bila tidak dibantu soerang supir Taksi, Kim Man-Seob (Song Kang-Ho)

Ketika Hinzpeter mau memasuki kota Gwang Ju, dia tidak cukup dibantu rekannya di Korea, tetapi juga membutuhkan jasa seorang supir taksi. Gwang Ju yang diisolasi militer, tidak bisa dimasuki siapapun. Karena tentara memblokir jalan ke kota itu dari segala arah. Tetapi Man-Seob yang cerdik bisa mengantar Hinzpeter ke dalam kota Gwang Ju.  

Hinzpeter juga tidak bisa keluar dari Gwang Ju dan Korea Selatan bila tidak karena keberanian Man-Seob, seorang supir taksi, dan rekan-rekannya sesama supir taksi. Dunia tidak cukup membutuhkan Hinzpeter seorang jurnalis untuk mengetahui pembantaian di Gwang Ju, tetapi dia juga membutuhkan seorang supir taksi.

Film ini seperti ingin mengingatkan banyak orang bahwa diantara peran-peran besar yang banyak dilakukan orang dalam merubah sebuah keadaan, selalu ada peran yang terlihat kecil dan sering diremehkan, tetapi pada dasarnya sangatlah menentukan. Pada tahun 1980an ketika internet belum massif seperti sekarang, pengiriman gambar dan data oleh para wartawan tidak lagi semudah seperti sekarang. Butuh seorang supir taksi untuk menghadang blokadi militer yang sangat kuat dan refresif sehingga informasi Gwang Ju bisa diketahui dunia.

Hal lain yang membedakan dengan keempat film media sebelumnya, adalah dimensi manusiawi dari peristiwa ini. A Taxi Driver tanpa sungkan menggambarkan bahwa motif awal Man-Seob membantu Hinzpeter bukanlah karena heroisme ingin melakukan perubahan terhadap kehidupan di Korea Selatan, tetapi karena dia butuh uang untuk membayar uang sewa rumahnya yang sudah beberapa bulan nunggak. 

Kebetulan Hinzpeter menawarkan bayaran yang menggiurkan bila dia mau mengantarnya ke Gwang Ju. Sedangkan Man-Seob nya sendiri sebagaimana warga Korea Selatan umumnya, pada dasarnya tidak tahu apa sesungguhnya yang terjadi di Gwang Ju. Bahkan dalam banyak hal, Man-Seob cenderung mengatakan bahwa apa yang dilakukan masyarakat Gwang Ju adalah kekonyolan.

Respon masyarakat Korea Selatan terhadap A Taxi Driver sendiri sangatlah positif. Jang Hoon sukses membuat film Korea yang paling cepat ditonton penonton. Hanya dalam rentang waktu 5 hari, sudah 4 juta orang yang menonton film ini. 

Totalnya di tahun 2017 ada 7 juta penonton yang menyaksikan film ini. Raihan ini otomatis mencetak rekor baru sebagai film yang paling banyak ditonton pada tahun 2017.

Film yang menghabiskan biaya 15 Juta Won ini dianggap memiliki tiga komponen film yang bagus dan layak diapresiasi. Ketiganya adalah cerita yang hangat dan menarik, arahan yang rapih dan akting dari para pemainnya. Video dan Foto yang diambil Jurgen Hinzpeter dalam peristiwa perjuangan masyarakat sipil di kota Gwang Ju, juga dipublikasikan supaya bisa dinikmati masyarakat umum.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun