Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"First They Killed My Father", Cara Angelina Jolie Menggambarkan Genosida di Kamboja

28 Februari 2018   07:44 Diperbarui: 28 Februari 2018   07:58 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: bbc.com

First They Killed My Father : Penghormatan Angelina Jolie Terhadap Korban Genosida Kamboja

Dalam rentang waktu 1975-1979 berkuasa, Pol Pot sudah menghabisi seperempat populasi Kamboja atau sekitar lebih dari 2 juta orang. Pasukan Khmer Merah, sayap militer Partai Komunis Kamboja pimpinan Pol Pot, tidak hanya menghabisi pejabat pemerintah atau tentara pendukung Lon Nol lawan politiknya, tapi juga para intelektual, para bikshu, Ibu-Ibu juga anak-anak.

Mungkin karena kejahatan Pol Pot dengan ide komunis blok Maois nya sudah tidak terperikan lagi, maka Angelina Jolie sang sutradara tidak lagi mengeksploitasi data atau poporan senjata untuk menggambarkannya. Jolie memakai bahasa tatapan mata, guratan wajah, cara berjalan juga gesture tubuh lainnya untuk menggambarkan penderitaan para korban. Jolie mantan istri Brad Pitt lebih banyak menggunakan ungkapan non-verbal yang universal yang akan membuat orang terdiam membayangkan kekejaman yang dilakukan Khmer Merah pada rakyatnya sendiri.

First They Killed My Father sendiri dibuat Jolie berdasar buku nya Loung. Seorang wanita aktivis HAM dari Kamboja yang menceritakan dalam buku itu pengalaman masa kecilnya ketika berumur 6 tahun dalam menghadapi tragedi pembantaian itu. Loung sendiri bersama 4 orang kakaknya adalah korban selamat kekejaman Pol Pot. Ayah Ibunya beserta satu orang adik dan kakak perempuannya meninggal dalam kamp kerja paksa pasukan Khmer Merah.

Bila ditelusuri kembali genosida paling mengerikan yang pernah terjadi di Asia ini, Pol Pot dan Khmer Merah sendiri pada dasarnya tidak hanya sudah membunuh rakyatnya sendiri tapi juga sudah menjadikan pendukungnya seperti manusia tanpa jiwa. Konon pasukan Pol Pot harus tertawa terbahak-bahak ketika membunuh anak-anak. Karena kalau tidak seperti itu, maka mereka juga akan dicurigai dan dieksekusi. 

Pasukan Khmer juga mesti menjadi kanibal alias memakan daging manusia. Selain karena memang mereka kelaparan, juga karena tekanan yang mereka dapatkan. Partai Komunis Kamboja pimpinan Pol Pot juga mempersenjatai anak-anak yang masih dibawah umur. Jadi dalam perspektif kemanusiaan, maka sebetulnya Pol Pot dkk juga sudah melakukan kejahatan terhadap pendukungnya sendiri.

Tetapi satu hal menarik dari film ini adalah, Jolie memberikan latar kebijakan luar negeri Amerika dalam peristiwa ini dan mengingatkan posisi Kamboja yang netral dalam konstelasi perang dingin Amerika-Soviet. Latar film ini bukan pertentangan antara Lan Nol, Norodom Sihanouk, Pol Pot atau Vietnam. Latar dari Angelina Jolie ini seolah menegaskan, bahwa tragedi di Kamboja itu pada dasarnya bukan hanya disebabkan oleh Partai Komunis Kamboja, tapi juga kebijakan Luar Negeri Amerika dan konstelasi Global pasca Perang Dunia II. Dimana ketika itu, Amerika dan Uni Soviet, dua negara adidaya dunia, sedang berebut pengaruh di banyak belahan dunia.

Pada waktu itu, Nixon Presiden Amerika memang mengubah kebijakan luar negeri Perang Vietnam menjadi Perang Indo China. Akibatnya Kamboja yang dikenal sebagai negara netral, ternyata kena imbasnya. Dalam rangka memerangi Komunis Vietnam, dimana kiblat komunis adalah Uni Siviet musuh Amerika, yang berkoalisi dengan Komunis Kamboja dan merekrut banyak rakyat Kamboja, Amerika membombardir perbatasan Kamboja-Vietnam dan diperkirakan 300 ribu orang meninggal karena serangan udara ini.

Meskipun diprotes banyak kalangan karena disinyalir sudah mengeksploitasi anak-anak dan ada tindak kekerasan terhadap anak-anak dalam pembuatan film ini, tetapi mesti diakui bila Jolie sudah berhasil memvisualkan dengan baik apa yang terjadi di Kamboja dalam masa Pol Pot berkuasa. Dalam film ini, Jolie sangat sedikit membeberkan konflik elite politik yang terjadi di Kamboja pada saat Pol Pot berkuasa. Jolie lebih berkonsentrasi menggambarkan apa yang terjadi di lapangan ketika Pol Pot dkk nya berkuasa. Bahkan gambaran keterlibatan Amerika dalam tragedi di Kamboja ini, hanya digambarkan sekilas dan membuat orang mesti meraba-raba untuk mengetahui lebih dalam.

Cara Jolie ini seolah ingin mengingatkan bahwa siapapun yang berkonflik di tingkat elite, korbannya tetaplah masyarakat di level bawah. Mulai dari pasukan Khmer Merah yang dalam kejumawaannya justru sebetulnya juga tersiksa karena mesti mengorbankan kemanusiaan nya, sampai tentunya masyarakat Kamboja sendiri yang menjadi korban kekerasan pasukan Khmer Merah.

Jolie sendiri memang dikenal sebagai artis yang mempunyai kedekatan lebih dengan Kamboja dimana anak angkat Jolie adalah orang Kamboja. Tidak salah bila disebut bila film ini ada karena kedekatan Jolie dengan Kamboja. Jolie ingin menghormati masyarakat Kamboja dengan film yang dibuat bersama Netflix ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun