Kesenjangan antara pekerjaan dan jumlah lulusan Perguruan Tinggi semakin lebar. Hanya 300-400.000 pekerjaan yang tersedia setiap tahun sementara jumlah lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia sekitar 1,2 juta. Kondisi ini dibarengi dengan transformasi besar dunia pendidikan tinggi. Perubahan tersebut berdampak pada penerimaan lulusan ke dunia kerja, dunia usaha dan industri.Â
Dalam upaya mempersiapkan mahasiswa menghadapi perubahan kehidupan kerja dan perkembangan teknologi yang pesat, Perguruan Tinggi diharapkan memiliki kemampuan merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat mencapai hasil belajar yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal dan konsisten.
MBKM) bertujuan untuk menjawab tuntutan tersebut. Kampus Merdeka merupakan salah satu bentuk pembelajaran Perguruan Tinggi yang bersifat otonom dan fleksibel untuk menciptakan budaya belajar yang inovatif. Kampus Merdeka diharapkan mampu memberikan pengalaman kontekstual di lapangan yang meningkatkan keterampilan umum mahasiswa, kesiapan kerja, atau menciptakan lapangan kerja baru. Melalui program belajar mandiri yang terarah dan dilaksanakan dengan baik, hard skill dan soft skill mahasiswa sangat terlatih.
Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (
Hingga saat ini setidaknya sudah 648 lebih Perguruan Tinggi dengan puluhan ribu mahasiswa sudah mengikuti program MBKM sepanjang tahun 2022. Artinya, sudah banyak Perguruan Tinggi dan mahasiswa yang turut serta dalam program pemerintah untuk mencetak lulusan berkualitas.
Walaupun digadang dapat meningkatkan kualitas lulusan, implementasi MBKM di Perguruan Tinggi tidak sepenuhnya berjalan dengan mudah. Namun, tak semua Perguruan Tinggi mengakui hal tersebut. Tidak jarang mahasiswa bingung dengan program tersebut, seperti kurangnya informasi yang jelas dan kesiapan mahasiswa. Selain itu, banyak mahasiswa yang mendaftar program MBKM, namun belum mengetahui dengan jelas program yang dipilihnya tersebut sehingga tidak jarang pula mahasiswa merasa tidak mumpuni pada program yang dipilih. Ditambah lagi akibat adanya perkuliahan online yang membuat learning loss tak terkecuali di kalangan mahasiswa.Â
Problematika implementasi MBKM tidak hanya berasal dari mahasiswa semata melainkan datang dari Perguruan Tinggi. Pada awal dilaksanakannya, masih ada Perguruan Tinggi yang tidak memfasilitasi mahasiswa dengan baik, proses administrasi yang cukup lama hingga proses konversi nilai yang dipersulit.
Dinamika perubahan di bidang pendidikan yang sangat cepat dan terkait dengan perkembangan teknologi harus diimbangi dengan perangkat yang memadai baik bagi universitas itu sendiri maupun bagi tenaga kependidikan lainnya, sehingga Perguruan Tinggi juga perlu beradaptasi dan mempersiapkan dengan matang agar pelaksanaan program dapat berjalan dengan lancar.Â
Sudah menjadi tanggungjawab Perguruan Tinggi untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa dalam mengikuti Program MBKM.