Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca-ulang Patriarki dalam Masyarakat

28 Januari 2023   14:38 Diperbarui: 28 Januari 2023   16:38 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fatigues of the Campaign in Flanders (1793). Sumber: Wikimedia Commons

Bentuk patriarki sangatlah beragam, tergantung pada ruang dan waktu tempat berlangsungnya struktur patriarkal dalam masyarakat. bentuk patriarki tidak bisa berlaku universal. Bentuk patriarki di Inggris, misalnya, membedakan bentuk patriarki ke dalam privat dan publik. 

Patriarki privat berlandaskan pada penjauhan relatif perempuan dari arena kehidupan sosial dan semata-mata menjadi bagian dari keluarga, di mana ayah/laki-laki mendapatkan pelayanan dari perempuan secara individual dan secara langsung dalam ruang privat rumah. 

Sementara, patriarki publik tidak menjauhkan perempuan dari wilayah-wilayah sosial tertentu, tetapi lebih melakukan subordinasi terhadap perempuan dalam wilayah tersebut.

Sementara, untuk bisa mengungkap perbedaan utama dalam bentuk patriarki di antara negara industrial yang berbeda, perlu kiranya membagi patriarki publik ke dalam dua bentuk: (1) berdasarkan pada pasar dan (2) negara. Keduanya merupakan basis yang membawa perempuan ke dalam ruang publik. 

Benarkah Agama dan Budaya Menyuburkan Patriarki?

Pendapat para feminis Barat terkait budaya dan agama yang mendukung patriarki tentu harus kita kritisi, karena pendapat tersebut tidak bisa dijadikan pijakan universal. Masing-masing masyarakat tentu memiliki faktor sejarah dan kultural yang berbeda, sehingga pemahaman mereka tentang posisi lelaki bisa berbeda-beda pula. 

Yang pertama-tama harus dibedakan adalah nilai agama dan budaya (dalam artian tradisi). Agama pada awalnya bukanlah bagian dari budaya karena ia berasal dari wahyu illahiyah yang suci. 

Two Arabs Women (circa 1905, John Singer Sargent). Sumber: Wikimedia Commons
Two Arabs Women (circa 1905, John Singer Sargent). Sumber: Wikimedia Commons
Namun dalam perkembangannya agama kemudian dimasukkan dalam ritual tradisi sebuah masyarakat, sehingga yang dibaca sebagai penyubur patriarki yang bersemayam dalam tradisi masyarakat tersebut. Ini adalah persoalan interpretasi dari para penyebar agama tertentu yang bisa dilihat sebagai sebuah kesalahpahaman.

Islam, misalnya, dalam kaca mata banyak feminis liberal dan radikal dianggap sebagai penyubur patriarki hanya karena dikatakan memperbolehkan poligami dan memperlakukan perempuan dalam posisi yang "dibelakangkan." 

Benarkah demikian? Banyak kajian yang menunjukkan bahwa Islam lahir sebagai agama yang memberikan pencerahan bagi kaum perempuan dan dalam banyak aspek ‘membebaskan’ mereka dari kuatnya pengaruh laki-laki. 

Kajian yang dilakukan Al-Hibri, sebagaimana dikutip Badran (1985), menunjukkan bahwa sebelum kedatangan Islam, masyarakat matriarkal Arab telah dihancurkan melalui transfer teknologi militer dari kerajaan tetangganya, Bynzantium dan Sassanids. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun