Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca-ulang Patriarki dalam Masyarakat

28 Januari 2023   14:38 Diperbarui: 28 Januari 2023   16:38 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fatigues of the Campaign in Flanders (1793). Sumber: Wikimedia Commons

Ideologi priyayi ini bisa dilacak lebih jauh lagi pada perkawinan antara nilai-nilai aristokratik Jawa dengan kode-kode pekerjaan untuk pegawai birokrasi kolonial dari golongan lokal (pada abad ke-19) yang disepakati oleh elit Belanda dan Jawa dan dilegitimasi dengan referensi tradisi Jawa. 

Alih-alih untuk bisa diterima pemerintah kolonial serta untuk menjalankan fungsi-fungsi kejawaannya, para priyayi lebih mendukung ideologi yang lebih melayani negara daripada harus memikirkan kekayaan mandiri, yang merupakan sumber utama dari prestige di Jawa. 

Perempuan ningrat, keluarga Hamengku Buwono VII (circa 1885, Kassian Chepas). Sumber: Wikimedia Commons
Perempuan ningrat, keluarga Hamengku Buwono VII (circa 1885, Kassian Chepas). Sumber: Wikimedia Commons
Pandangan tentang perdagangan sebagai sesuatu yang kasar sebenarnya lebih melindungi kepentingan priyayi dan kolonial dan digunakan untuk melawan monied elite (kelompok elit masyarakat yang memperoleh status sosial tinggi karena kekayaannya) yang bisa saja menjadi pesaing mereka dalam hal status dan kekuasaan. 

Beberapa perempuan priyayi yang berdagang untuk membantu pendapatan suaminya tidak dipersoalkan selama suaminya tidak terlibat langsung dalam bisnisnya. 

Brenner menambahkan bahwa dua ideologi gender, priyayi dan Islam, menghadirkan citra laki-laki sebagai mereka yang memiliki kemampaun mental dan spiritual yang lebih tinggi yang membuat mereka memperoleh peran dominan dalam kehidupan sosial dan spiritual. 

Sementara, perempuan dituduh tidak mempunyai kecakapan spiritual, kurang rasional, dan kurang bisa mengendalikan diri. Statemen kategorial tersebut tetap terjaga dalam sistem ideologi yang menempatkan laki-laki sebagai pusat dari aturan sosial, moral, dan simbolik. 

Perempuan Jawa menunjukkan kemampuan memintal pada pasar malam di Surabaya (circa 1905-1906, Ohannes Kurkdjian). Sumber: Wikimedia Commons
Perempuan Jawa menunjukkan kemampuan memintal pada pasar malam di Surabaya (circa 1905-1906, Ohannes Kurkdjian). Sumber: Wikimedia Commons
Sistem ideologis ini terus tumbuh dan diperkuat bukan hanya oleh nilai-nilai elit priyayi Jawa, tetapi juga oleh tendendsi patriarkal aturan kolonial Belanda (dimana dominasi laki-laki langsung diterapkan dalam kehidupan sosial dan domestik dan sangat berpengaruh dalam perkembangan retorika para priyayi abad ke-19 dan ke-20), doktrin Islam, serta negara pascakolonial Indonesia.

Akhiran: Membaca "Konteks Kejadian" dan "Ruang-ruang yang Disucikan"

Paparan konsep di atas berusaha menghadirkan pandangan tentang dominasi patriarki dan penindasan terhadap perempuan. Membicarakan patriarki dalam perspektif sosiologis dan kultural terasa lebih komperhensif dibandingkan harus selalu membabi buta menyalahkan laki-laki tanpa landasan konseptual yang jelas. 

Usaha Walby dan banyak feminis Beart untuk menjabarkan konsep struktur patriarki memberikan kontribusi besar dalam memetakan wilayah berlangsungnya ketidakadilan gender, terutama dalam masyarakat kapitalis dewasa ini. 

Argumen tentang struktur patriarki dalam praktik pendidikan, agama, media, maupun kultural secara spesifik juga membuka kesadaran kita untuk terus berani menafsir dan mengkritisi bermacam praktik ‘kekerasan simbolik’ dalam wujud hegemoni ideologis terhadap perempuan yang sangat mungkin terus berlangsung hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun