Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Pengetahuan Tradisional Masyarakat Tengger tentang Kehidupan

11 Desember 2022   10:30 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:23 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para dhukun Tengger di era kolonial. Sumber: Tropenmuseum Belanda

Pengetahuan tradisional Tengger terbukti mampu menjadikan masyarakat Tengger terus menjalani kehidupan dengan harmonis, di tengah-tengah pengaruh modernitas yang begitu kuat. Menjaga keseimbangan antara jagat cilik (manusia dan masyarakat) dengan jagat gedhe (semesta, kekuatan adikodrati serta Tuhan Sang Pencipta) merupakan formula yang terus dilakoni masyarakat Tengger. 

Maka, untuk terus menjaga dan mengembangkan pengetahuan lokal tersebut, para dhukun pandita dan orang tua Tengger terus mengajak anak-anak dan generasi muda terlibat dalam acara-acara adat agar mereka bisa belajar sembari mempraktikkan (ngelmu kanti laku) warisan para leluhur di masa kini. 

Dhukun Ngadisari sekaligus Koordinator Dhukun se-kawasan Tengger, Sutomo, memimpin sebuah ritual. Dokumentasi penulis 
Dhukun Ngadisari sekaligus Koordinator Dhukun se-kawasan Tengger, Sutomo, memimpin sebuah ritual. Dokumentasi penulis 

Dengan tetap mempertahankan dan melakoni pengetahuan tradisional tentang kehidupan, manusia dan masyarakat Tengger bisa terus melakukan evaluasi dan refleksi secara komprehensif bagaimana harus menempatkan diri mereka dalam hubungan sosial, hubungan dengan guru, hubungan dengan pemerintah, hubungan dengan semesta, dan hubungan dengan Hong Pukulun. 

Dengan begitu, kehidupan Tengger akan terus bergerak secara dinamis di antara poros modernitas dan poros hila-hila yang menempatkan kawasan Bromo dan sekitarnya sebagai kawasan suci dengan bermacam laku adat dan religi yang harus dijalani. 

Mereka adalah manusia-manusia gunung yang hidup secara dinamis yang menyerap dan menjalankan modernitas sesuai kebutuhan, tanpa melupakan pengetahuan dan religi warisan leluhur dalam kehidupan masa kini. 

*Tulisan ini saya persembahkan kepada guru kinasih (alm) Prof. Dr. Ayu Sutarto yang sudah mengenalkan saya dengan masyarakat, budaya, dan religi Tengger sejak tahun 2003. Suwargi langgeng, Prof. Hong Ulun Basuki Langgeng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun