Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Ritus Travesti, Transformasi Besut dalam Budaya Masa Kini

6 Agustus 2022   10:49 Diperbarui: 6 Agustus 2022   10:59 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bumi Indonesia merupakan wadah kuali di mana rakyatnya harus beriman kepada Tuhan, memberikan penghormatan kepada para leluhur, mengapresiasi budaya, dan menghormati sesama warga negara. Selain itu, kehidupan mereka juga dijamin dalam semangat “merah-putih”, Pancasila, serta konstitusi. Semua warga, termasuk para travesti, berhak untuk berkontribusi dalam memperkokoh dan mengembangkan kebudayaan dan kebangsaan yang bersifat dinamis dari waktu ke waktu.    

MENJAGA RUH KRITIK ALA BESUT 

Apa yang dilakukan oleh Meimura dan tim kreatif melalui Ritus Travesti memang bukan sekedar pertunjukan yang menghibur dan menyampaikan pesan tertentu. Kita harus membacanya dalam bingkai kebudayaan dan kebangsaan yang lebih luas. Transformasi tradisi Besutan sebagai cikal bakal kesenian ludruk tentu bukan sebauh kebetulan. 

Selama beberapa tahun terakhir, Meimura bersama para seniman menghidupkan Ludruk Irama Budaya Nusantara di Surabaya. Meskipun tertatih-tatih, mereka berhasil melakukan aktivitas kreatif secara rutin, baik latihan maupun pergelaran. 

Refleksi atas pengalaman membersamai dan mengelola kesenian ludruk di tengah metropolitanisme Surabaya melahirkan keinginan untuk menghadirkan-kembali ludruk dalam bentuk yang bisa diterima oleh kalangan muda. Menghadirkan versi klasik ludruk, Besutan, dengan moda transformasi merupakan pilihan di tengah-tengah keterbatasan.

Mentranfsormasi Besutan ke dalam bentuk yang lebih ringkas, tentu saja, berkaitan dengan penyederhanaan estetika pertunjukan tanpa harus mengubah semangat yang ada dalam tubuh dan jiwa seorang Besut. 

Dok. penulis
Dok. penulis

Bagi mereka yang terbiasa menonton pertunjukan Besutan atau ludruk, Ritus Travesti bisa dianggap melakukan ‘mutilasi estetik’ karena ada tokoh-tokoh dan alur cerita yang dipotong sesuai kebutuhan teater. Bagi saya, tindakan tersebut tidak menjadi masalah karena apa yang diutamakan oleh Meimura adalah bahwa ada misi baru terkait kesenian rakyat ataupun budaya lokal dalam pertunjukannya. 

Ketika mempertahankan dan melestarikan budaya lokal masih menjadi kampanye nan mempesona dari rezim pemerintah dari waktu ke waktu, para seniman pun seperti dibiarkan bahagia dengan janji-janji manis. 

Memang benar, Negara saat ini telah menyiapkan alokasi dana besar untuk pemajuan kebudayaan, tetapi apakah dana itu bisa dirasakan oleh mayoritas komunitas atau paguyuban kesenian rakyat, rasanya perlu dibuktikan. Dalam kondisi demikian, di tengah-tengah hegemoni budaya global, masih ada para seniman yang berusaha bertahan. Namun, itu semua tidak bisa menghilangkan semua ancaman terhadap eksistensi mereka.

Jalan yang ditempuh Meimura dan tim kreatif adalah sebuah “terobosan kecil” untuk terus membuka ruang dialog dengan penikmat kesenian global di ruang-ruang kampus, di wilayah perkotaan, ataupun di wilayah perdesaan yang mulai bergeser budayanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun