Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Semarak Pameran Kolonial di Bondowoso Tahun 1898

14 Agustus 2022   20:35 Diperbarui: 7 Oktober 2022   20:20 2738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kios teh Soember Sari. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Selain itu, terdapat juga anjungan (paviliun) perkebunan dan perusahaan di Jawa Timur dan miniatur rumah adat serta lomba karapan sapi, balapan kerbau, permainan rakyat, dan yang lain. 

MENILIK PINTU GERBANG ANJUNGAN

Bagian gapura atau pintu gerbang masuk ke lokasi pameran dan setiap anjungan menjadi penanda artistik yang menunjukkan keseriusan dalam pengerjaan. 

Artinya, tidak sekedar membuat pintu gerbang, para kreatornya juga berusaha menghadirkan ciri khas masing-masing wilayah, perkebunan, ataupun perusahaan yang berpartisipasi. Ini menegaskan bahwa tampilan muka benar-benar harus diperhatikan.

Pintu gerbang pameran. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries
Pintu gerbang pameran. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Pintu gerbang utama Pameran Kolonial di Bondowoso memang tampak sederhana. Namun, kita bisa menangkap kesan gagah dan kokoh. Bentuk tersebut menghadirkan makna kekuatan Bondowoso sebagai salah satu pusat pemerintahan Karesidenan Besoeki. 

Bendera dan panji pemerintah juga dipasang di gapura menegaskan posisi penting Bondowoso dalam tata kelola pemerintahan kolonial yang membawahi banyak kawasan perkebunan dan pertanian.

Pintu gerbang berukir. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries
Pintu gerbang berukir. Sumber: Digital Collection Leiden University Libraries

Mari perhatikan pintu gerbang pameran yang diukir dengan sangat indah di atas. Kita memang tidak tahu siapa dan dari mana tukang ukir yang membuat pintu gerbang tersebut. Tidak ada informasi dari pemerintah atau instansi mana pintu gerbang tersebut. Namun, dari rumitnya ukiran tersebut, bisa dipastikan yang mengerjakan adalah tukang ukir atau kriyawan yang mumpuni. 

Penggunaan ucapan "slametnja sekalian dajoh" menandakan bahwa penguasa Belanda memosisikan bahasa Jawa sebagai bahasa umum di tengah-tengah masyarakat. Meskipun banyak warga Bondowoso berasal dari Madura, pilihan bahasa tersebut tentu tidak lepas dari penghormatan terhadap para ningrat Jawa yang mendapatkan posisi strategis di pemerintahan atau menjadi pejabat birokrasi kolonial (amtenar) di Karesidenan Besoeki. 

Kalau diperhatikan lebih jauh lagi, "selamatnya semua tamu," merupakan doa kebaikan untuk kesalamatan orang-orang yang kita sapa. Bisa jadi, pilihan bahasa Jawa dan doa kebaikan ini merupakan strategi kultural penyelenggara agar bisa menjadikan para pengunjung merasa familiar dan nyaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun