Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pembabatan Hutan, Perkebunan Kolonial di Banyuwangi, dan Permasalahan Ekologis

30 Juli 2022   04:05 Diperbarui: 13 November 2022   18:29 1934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyiapan lahan perkebunan di Kalibaru, Banyuwangi. Foto dibuat sekira tahun 1929.

Istirahat setelah penebangan pohon di hutan yang dipersiapkan untuk perkebunan. Foto dibuat sekira tahun 1910. 
Istirahat setelah penebangan pohon di hutan yang dipersiapkan untuk perkebunan. Foto dibuat sekira tahun 1910. 

Seperti dalam foto pembabatan hutan di Banjoewangi selatan, beberapa pekerja pribumi tanpa baju, berada di belakang sambil berdiri. Di samping mereka tampak beberapa tukang yang menjaga kuda para tuan Eropa. 

Sementara tiga subjek Eropa  berpakaian putih-putih duduk di bagian depan, di atas kayu gelondongan, di belakang mereka tampak beberapa "amtenar" (pegawai kolonial dari kalangan pribumi) juga tengah duduk. 

Bagaimanapun kondisinya, para tuan Eropa harus duduk dalam posisi yang lebih tinggi dan dominan. Para amtenar, meskipun mereka adalah bagian dari birokrasi kolonial, tetap harus berada 'di belakang' para tuan. 

Komposisi fotografis ini memang menghadirkan subjek kolonial secara lengkap: tuan Eropa, amtenar, tukang kuda, warga pribumi juru tebang. Penghadiran ini bukan sekedar usaha teknis tukang potret untuk memunculkan komposisi seimbang. 

Mengikuti pendapat Protschky (2015: 13-14), bisa saja kita berasumsi bahwa komposisi tersebut juga menandakan semangat kesetaraan subjek Eropa dan pribumi sebagaimana digemakan oleh para pejuang liberal melalui Politik Etis awal abad ke-20 di Hindia Belanda. 

Kamera tukang potret menjadi elemen penting untuk melihat bagaimana dampak ideologis kebijakan tersebut bagi kehidupan di koloni, baik dalam kehidupan ekonomi, politik, maupun kultural, khususnya manusia-manusia pribumi.

Para amtenar merupakan pegawai yang disiapkan melalui reformasi pendidikan agar bisa menjalankan kerja-kerja birokratis dan manajerial, sehingga mereka bisa menempati kelas menengah. Meskipun demikian, untuk posisi-posisi penting, manusia-manusia Eropa lebih diprioritaskan. 

Menjadi wajar kalau foto tersebut menunjukkan bahwa masih ada peta konseptual atau semacam kode etis bagaimana harus menempatkan relasi di antara mereka dalam komposisi piktorial yang tidak melanggar kepatutan norma kolonial. 

Penggambaran itu bisa jadi sejalan dengan realitas kebijakan Politik Etis untuk Hindia-Belanda: warga pribumi, baik amtenar, tukang kuda, dan juru tebang boleh hadir dalam frame, tetapi posisi mereka tetap harus "diatur" dan "disesuaikan."

Apa yang patut dicermati dari foto-foto itu adalah kondisi hutan pasca pembabatan. Puluhan ribu hektar hutan dibabat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun