SURAT CINTA (1)
Tentang kangen yang kau kabarkan kemarin, aku hanya tersenyum sembari melipat tumpukan surat cinta usang. Deretan kata mati dalam rindu menjamur: ritus makna menghilang dalam luka melebur.
Tentang janji yang kau sucikan bersama guyuran air kembang perlahan membusuk pasti dalam dekapan angin: dibawa terbang lalat-lalat hijau mencari dingin.
Tentang surat-surat cinta itu jangan lagi kau tanyakan. Ketika malam hening menghampiri, aku telah melipat mereka dengan rapi lalu pelan-pelan memberikan kepada seorang pemulung.Â
Jember, 27 September 2014
SURAT CINTA (2)
Kalau tangismu menuju luka, percayalah surat-surat itu tak mungkin menghibur air matamu. Si pemulung telah menukar mereka: sebuah kehidupan terus disambung.
Kalau dukamu menjadi prasasti, aku tetap di sini tanpa tahu lagi pernah ada tumpukan ciuman bibir dan kalimat manis menggenapi panas kian mengalir.
Aku memang kejam: meremukkan sumpah di antara kemesraan melepaskan tubuh di antara pengembaraan.
Engkau mengharap surat-surat itu abadi, bijak dikenang menjelang senja. Tapi dusta selalu dijaga tumpukan surat cinta mereka membuatmu selalu tersenyum.